DEPOK, KOMPAS.com - Raperda tentang Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) yang mengatur tentang bagaimana warga Kota Depok menjalankan ajaran agama dan kepercayaannya, termasuk cara berpakaian, dipersoalkan.
Raperda ini merupakan inisiatif Pemkot Depok.
Berdasarkan draf Peraturan Daerah Kota Depok tentang Penyelenggaraan Kota Religius yang didapat Kompas.com, etika berpakaian diatur dalam Pasal 14 Bab V. Bunyinya sebagai berikut:
(1) Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing-masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
(2) Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
(3) Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada di bawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
Baca juga: Pemkot Depok Akan Usulkan Draf Raperda Penyelenggaraan Kota Religius Baru
Apabila peraturan tersebut tidak dilaksanan, masyarakat dapat diberi sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 2 yang berbunyi, “Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta yang tidak mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan atau orang yang berada di bawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan norma kesopanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat 3 dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran, peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan atau pencabutan izin."
Pasal dalam draf tersebut menuai kritik. Pasal-pasal tersebut dinilai diskriminatif dan memicu adanya konflik antarumat beragama.
"Ini bisa dipandang diskriminasi terhadap keberagaman, pemeluk agama lain, jadi memang tidak boleh. Kami menghindari konflik antarumat beragama. Kami sangat menghindari itu,” ujar Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Angke Tallo, Jumat (15/5/2019).
Selain itu, menurut Hendrik, pemerintah daerah tidak boleh mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebab, setiap agama punya aturan dan tata caranya masing-masing sesuai dengan keyakinan yang mereka anut.
Sementara itu, Wali Kota Depok mengatakan, usulan raperda itu dilatarbelakangi tujuan pemkot yakni mewujudkan masyarakat Depok yang religius serta menjunjung tinggi norma agama, hukum, kesusilaan, dan kesopanan dalam beraktivitas sehari-hari.
"Pemkot perlu mendorong upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan tercela," kata Idris.
Ia menepis anggapan bahwa raperda PKR tersebut dibuat untuk mengatur kehidupan pribadi masyarakat dalam beragama.
Sebaliknya, ia berharap penyusunan raperda PKR itu dapat menguatkan kehidupan sosial ataupun sosial politik masyarakat Depok dengan berlandaskan Pancasila sila pertama.