Hanya di PRJ, menurut Rifadli, mereka berdagang seharian selama rentang waktu satu bulan. Wajar bila pendapatan mereka berlipat ganda, dan hal itu mereka dapatkan bukan tanpa tantangan.
“Kalau di bazar lain mah kagak begini. Paling cuma berapa jam, sudah. Di PRJ kan kita dari jam 11 sampe jam 11 lagi, tapi tahu-tahu sudah gelap. Mana ada waktu buat istirahat. Sampai rumah, ngerokok sebatang. Bangun jam 10, langsung berangkat, ngipas lagi, sampai bosan lihat telur. Boro-boro mau makan (kerak telor),” kata Rifadli.
Alfian mengamini.
“Pernah paling malam kita sampai jam 12 malam, Bang,” ujarnya singkat.
Tantangan yang paling mendasar ialah mengingat-ingat pesanan para pembeli sambil menjaga fokus mengipasi tungku agar kerak telor tidak gosong. Jika pesanan terlampau banyak dan kondisi tidak mendukung, keadaan bisa berubah gawat.
“Waktu Kamis siang tuh kalau enggak salah, kan sempat hujan. Pembeli ngerubung semua di sini, mesennya banyak banget. Hujan lagi jadi Mas Poy ini lagi sibuk siapin terpal biar enggak nyiprat ke sini. Enggak ada yang bantu ngingetin. Akhirnya, ada satu orang (pesanannya) enggak kebikin. Marah dia, ditinggal kita,” Alfian berkisah.
“Kalau hari ini, aman,” imbuhnya.
Rifadli lantas membayangkan hari ketika gelaran PRJ ini usai. Kendati meraup banyak untung, ia mengaku lelah menjalani rutinitas ini.
“Nanti habis PRJ kami pre dulu, ke Sukabumi. Kami refreshing dulu. Habis itu ada bazar di Monas tiga hari,” katanya sambil tertawa.
“Capek, dikata begini kagak capek? Besok Minggu mau libur dulu juga, ah,” tambahnya.
Mereka berdua kemudian makin sibuk meladeni pembeli yang kian bertambah selepas pukul 20.00 WIB. Tak ada kesempatan buat melontarkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan kepada mereka.
Alfian tampak agak keteteran menyiapkan bungkus kerak telor dan kursi-kursi bagi pembeli yang hendak makan di tempat, sedangkan Rifadli yang sejak tadi terus mengoceh kini duduk tenang di depan tungku.
Dia diam selama kurang lebih tiga puluh menit, menjaga fokus menyelesaikan pesanan yang terus berdatangan. Setengah jam berselang, saat pembeli mulai berkurang, Alfian tiba-tiba berseru lantang.
“Aduh, berdiri dulu, ah! Tangan panas, muka panas, pinggang juga panas!”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.