Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Penasihat KPK: Pansel Gagal Paham, Teroris dan Pimpinan KPK Apa Urusannya?

Kompas.com - 19/06/2019, 15:52 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hahemahua, menilai, pelibatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sesuai.

Menurut dia, tidak ada hubungannya antara terorisme dan pemberantasan korupsi.

"Ada something wrong di pansel. Sebab, alasan untuk teroris dan komisioner KPK apa urusannya? Jadi saya anggap pansel salah paham, gagal paham," ucap Abdullah di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).

Ia pun mengaitkan pelibatan BNPT dengan kasus penyerangan penyidik KPK, Novel Baswedan.

"Apakah karena ada Novel Baswedan yang mencoba untuk membongkar megakorupsi di kalangan pejabat tinggi sehingga dianggap dia sebagai radikal, sehingga kemudian pansel harus berkonsultasi dengan BNPT seperti itu?" ucap Abdullah lagi.

Baca juga: Sudah 11 Orang Daftar Calon Pimpinan KPK

Ia menyebut, selama 8 tahun berada di KPK, tidak ditemukan adanya radikalisme.

Abdullah menegaskan bahwa selama ini yang dilakukan KPK, yakni menangkap para koruptor, tidak ada yang mencerminkan radikalisme.

"Oleh karena itu, kalau misalnya sekarang KPK menangkap pejabat-pejabat tinggi negara, maka kemudian itu adalah bukan karena radikalisme di KPK," kata dia.

"Maka itu tidak masuk akal orang mau jadi pimpinan KPK harus diproses dengan radikalisme. Kalau tidak radikal bagaimana orang mau tangkap penjahat harus punya jiwa radikal," ucap dia.

Sebelumnya, Panitia Seleksi (pansel) Calon Pimpinan KPK turut bekerja sama dengan BNPT untuk mengecek rekam jejak calon.

Baca juga: Pansel KPK Minta BNPT Cegah Calon Pimpinan Radikal

Ketua Pansel KPK Yenti Garnasih mengatakan, langkah menggandeng BNPT ini dilakukan karena melihat pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia belakangan ini.

"Kita lihat keadaan di Indonesia. Berbagai hal, dinamika yang terjadi adalah yang berkaitan dengan radikalisme sehingga pansel tidak mau kecolongan ada yang kecenderungannya ke sana," kata Yenti usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com