JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Pemprov DKI menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D hasil reklamasi pada November 2018 menuai kontra.
Di Pulau D, terdapat 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Ada pula 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun di pulau reklamasi.
Padahal, bangunan-bangunan itu sempat disegel Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada awal Juni 2018 karena disebut tak memiliki IMB.
Anies beralasan penerbitan IMB menjadi konsekuensi dari adanya Peraturan Gubernur Nomor 2016 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau Reklamasi yang diterbitkan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Baca juga: Terbitkan IMB, Anies Dinilai Kejutkan Pendukung yang Tolak Reklamasi
Kendati demikian, Anies enggan mencabut aturan itu dengan alasan bangunan yang terlanjur didirikan lewat Pergub itu tak bisa dibongkar begitu saja.
Langkah Anies ini menuai kritik dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Direktur Eksekutif Walhi Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan langkah itu bertolak belakang dengan good governance atau tata kelola pemerintahan baik yang selama ini digembor-gemborkan Anies.
"Good governance ini sering digemborkan gubernur, padahal dia tahu tata pemerintahan baik kalau tata kelola kota mengakui hak masyarakat. Justru dia yang sedang mencontohkan rezim pemerintahan tidak baik," kata Tubagus dalam diskusi "Kala Anies Berlayar di Pulau Reklamasi", di Jakarta Timur, Minggu (23/6/2019).
Tubagus menyebut Jakarta akan mengalami krisis ekologi bila proyek reklamasi dilanjutkan. Tak hanya itu, lahan terbuka hijau pun akan terkikis.
"Kita kehilangan ruang terbuka hijau secara masif, kita kehilangan tempat untuk menjadi perkantoran karena difasilitasi kebijakan ruang," ujarnya.
Baca juga: Anies Diminta Cabut Pergub Ahok soal Reklamasi
Sarat kepentingan bisnis
Tubagus menyebut kebijakan reklamasi dibuat untuk mendorong investasi semata. Dampak sosial dan lingkungan hidup dari reklamasi yang dikhawatirkan masyarakat, kata Tubagus, kemudian justru dijadikan pembenaran reklamasi.
Padahal, menurut dia, reklamasi tak pernah jadi solusi bagi masalah ekologi yang dihadapi Jakarta.
"Banyak protes dari masyarakat sipil juga nelayan terhadap dampak sosial lingkungannya, padahal reklamasi tidak menjawab krisis di Jakarta. Baru kemudian setelah mendapat benturan lingkungan hidup dibawa seolah-seolah solusi persoalan lingkungan hidup," ujar Tubagus.
Tubagus mempertanyakan Pergub 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau Reklamasi yang dijadikan Gubernur Anies sebagai dasar penerbitan IMB. Sebab, bangunan-bangunan di atas pulau reklamasi sudah berdiri sebelum pergub itu terbit.
Baca juga: Penerbitan IMB Reklamasi Teluk Jakarta Dinilai Sarat Kepentingan Bisnis
"Judul pergub ini Panduan Rancang Kota. Bagaimana aturan memandu rancang kota diterbitkan, tetapi di lapangan sudah berjalan. Pemerintah lah yang sedang dipandu praktik bisnis," katanya.
Untuk itu, Tubagus meminta agar Anies membatalkan IMB, pergub, dan melakukan kajian komprehensif terhadap opsi-opsi penanganan pulau reklamasi, termasuk pembongkaran.
Kecewakan pendukung
Pengamat politik Ray Rangkuti menilai janji kampanye Gubernur Anies soal penghentian reklamasi sulit diwujudkan. Sebab, alih-alih mengentikan proyek reklamasi, Anies justru menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di pulau reklamasi.
"Ekspektasi publik jauh sekali. Saat Anies bilang reklamasi dibatalkan, publik membayangkan bukan hanya ditunda pembangunannya, tetapi tidak melanjutkan dan membongkar. Itu yang kebayang," kata Ray dalam diskusi yang sama.
Ray menilai Anies terlalu revolusioner dalam menjanjikan penghentian reklamasi. Kebijakan itu dianggap mengecewakan pendukungnya, terutama yang menolak reklamasi.
"Kaum yang mendukungnya antireklamasi sedikit banyak akan terkejut dengan tindakannya kemarin," ujarnya.
Baca juga: Terbitkan IMB di Pulau Reklamasi, Anies Dinilai Contohkan Buruknya Tata Kelola Pemerintahan
Lanjut bangun
Berdasarkan catatan, Pulau C dan D dibangun PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Group.
Sementara Pulau G dibangun PT Agung Podomoro Land melalui PT Kencana Unggul Sukses, pemilik perusahaan PT Muara Wisesa Samudra selaku pemegang hak Pulau G.
Di Pulau D telah berdiri dengan sejumlah bangunan yang sudah jadi. Pengembangnya juga telah mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB).
Sementara Pulau C dan G terakhir sudah diuruk, tetapi dihentikan pembangunannya.
Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro Hanief Arie Setianto menyebut Pulau G yang saat ini baru terbentuk 20 persen, akan dilanjutkan reklamasi atau pengurukannya.
"Dua puluh persen itu yang muncul di atas, tapi sebenarnya di bawahnya ya sudah dibentuk. Jadi kembali memang metodologi reklamasi begitu, pelan-pelan nanti ditambah, digeruk lagi digeruk lagi, tapi bawahnya sih sudah selesai. Tinggal bentukan yang di atasnya aja," kata Hanief, Kamis (20/6/2019).
Pulau D yang kini sudah berlangsung aktivitas komersil juga masih akan dilanjutkan reklamasinya.
"Kawasan Pantai Maju itu sisi utaranya lahannya belum jadi, dia masih harus ditimbun dan perlu pemadatan," ujar Hanif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.