Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Udara Jakarta Sulit Dibereskan karena Tiga Hal Ini

Kompas.com - 01/07/2019, 07:02 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Buruknya kualitas udara di Jakarta jadi perbincangan belakangan ini setelah penyedia data polusi kota-kota besar dunia, AirVisual pada Selasa (25/6/2019) lalu, menunjukkan Jakarta masuk dalam empat kota dengan pencemaran udara terburuk di dunia setelah Dubai, New Delhi, dan Santiago.

Selasa pagi itu, indeks kualitas udara Jakarta menyentuh angka 164, masuk dalam kategori tidak sehat (151-200).

Namun, Pemprov DKI melalui Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih berdalih, kualitas udara Jakarta tak seburuk itu. Ia menjelaskan, standar pengukuran pencemaran udara versi pemerintah dan AirVisual tidak sama.

Baca juga: 2019, Polusi Udara Jakarta Dinilai Lebih Parah dari 2018

Perbedaan parameter polusi udara

Andono Warih menyatakan, standar pengukuran pencemaran udara di Indonesia, termasuk Jakarta, bersandar pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Dokumen itu hanya mengatur standar untuk menghitung ISPU di Indonesia menggunakan parameter partikel debu berukuran 10 mikron (PM 10).

Sementara itu, data AirVisual menggunakan parameter PM 2,5, partikel debu berukuran kurang dari 2,5 mikron.

Saking halusnya, partikel 2,5 mikron sanggup menembus masker dan sulit disaring oleh bulu hidung, sehingga besar kemungkinan menyusup sampai paru-paru dalam jumlah besar.

Bahaya ini juga diakui oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO. Menurut WHO, PM 10 masuk kategori partikulat kasar yang dampaknya terhadap kesehatan tidak separah PM 2,5.

"Partikel 10 mikron bisa masuk dan mengendap di paru-paru. Tapi, yang lebih berbahaya lagi yakni partikel berukuran kurang dari 2,5 mikron yang bisa menembus sekat paru-paru dan masuk ke aliran darah," tulis WHO dalam situs resminya.

Standar pemerintah tak sesuai zaman

Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin alias Puput menilai, polemik soal perbedaan standar parameter pencemaran udara versi pemerintah dan WHO tak berhenti pada PM 2,5 dan PM 10. Pemerintah menerapkan standar ISPU yang terlalu longgar dibandingkan standar WHO yang mestinya jadi acuan internasional.

"Ini sebabnya, masyarakat sipil mengatakan terjadi pencemaran, kondisi udara tidak sehat, tapi pemerintah bilang masih sedang, masih aman. Karena masyarakat sipil menggunakan standar WHO," kata Puput kepada wartawan, Jumat pekan lalu.

Jakarta menempati urutan pertama untuk kota paling polusi udara di Asia Tenggara.Bidik layaar Instagram @greenpeaceid Jakarta menempati urutan pertama untuk kota paling polusi udara di Asia Tenggara.

Jika menggunakan parameter pemerintah selama ini, yakni PM 10, WHO menetapkan bahwa kualitas udara "baik" jika jumlah PM 10 maksimal sebanyak 20 ug/m3 (mikrogram per meter kubik). Sementara itu, versi Kementerian LHK, kualitas udara "baik" ditoleransi hingga 51 ug/m3.

Baca juga: Polusi Udara di Jakarta, Standar Pemerintah Dinilai Beda dengan WHO

KPBB mencatat, sekalipun pemerintah menggunakan PM 2,5 sebagai parameter, standarnya pun jauh lebih longgar. Dikutip dari data KPBB, konsentrasi PM 2,5 sebesar 65 ug/m3 dikategorikan "sangat tidak sehat" oleh WHO, sedangkan pemerintah mengategorikannya "sedang".

"Rata-rata konsentrasi PM 2,5 di Jakarta itu 45,6 ug/m3 pada 2018 dan dianggap "sedang" oleh pemerintah. Padahal menurut WHO itu sudah kategori "tidak sehat" (35-55 ug/m3). Ini polemik tolok ukur," kata Puput.

Puput juga menilai, pemerintah tak pernah merevisi standar ISPU walau zaman sudah banyak berubah sejak Keputusan Menteri Lingkungan Hidup diundangkan pada 1997. Padahal, pemerintah melalui PP Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara membuka kemungkinan bagi peninjauan ulang baku mutu udara setiap lima tahun.

"Ini artinya sudah 20 tahun, tapi enggak pernah direvisi," ujar Puput.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com