JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menantang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat kebijakan yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menggunakan transportasi umum setiap hari.
Menurut Gembong, hal ini akan membantu mengurangi polusi udara yang berasal dari kendaraan pribadi.
"Dulu zaman beberapa tahun yang lalu pernah diadakan itu, zaman siapa ? (Ahok) setiap Jumat itu pernah, (sekarang) enggak ada, kalau itu diterapkan bahkan saya sangat setuju semua PNS DKI Jakarta menggunakan transportasi massal setiap hari. Ayo berani enggak buat terobosan itu," ujar Gembong di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).
Baca juga: DPRD DKI Minta Transportasi Umum Diperbanyak Untuk Kurangi Polusi Udara
Peraturan yang dimaksud Gembong adalah Instruksi Gubernur Nomor 150 Tahun 2003 tentang Penggunaan Kendaraan Umum Bagi PNS DKI. Dalam aturan tersebut, ASN tidak diperbolehkan membawa kendaraan pribadi setiap Jumat pada pekan pertama setiap bulannya.
Gembong mengatakan kebijakan ini hanya bisa diterapkan dengan keberanian Pemprov DKI Jakarta.
Jika Pemprov DKI Jakarta berani membuat aturan dan terobosan tersebut, DPRD DKI akan mendukung penuh.
"Ini soal keberanian, DPRD pasti ikut, kalau Pak Gubernur berani itu pasti DPRD juga ikut, malu juga kalau enggak," tuturnya.
Baca juga: Polusi Udara Jakarta Sulit Dibereskan karena Tiga Hal Ini
Sebelumnya Gembong juga meminta agar Pemprov DKI Jakarta menyediakan transportasi umum yang lebih banyak.
Menurut dia, salah satu penyebab terbesar polisi udara Jakarta menjadi buruk adalah karena banyaknya kendaraan pribadi.
"Bagaimana pemprov bisa mendorong penggunaan transportasi massa maksimal. Pemprov harus mampu menyediakan transportasi yang layak, nyaman bagi penggunanya. Kan gitu. Sekarang yang menjadi andalan kan bus transjakarta kemudian MRT," kata dia.
Diketahui, AirVisual merilis data pada Selasa (25/6/2019) lalu. Pada pukul 08.00 WIB hari itu, nilai Air Quality Index (AQI) Jakarta adalah 240 dengan konsentrasi PM 2.5 sebesar 189.9 ug/m3 atau berada pada kategori sangat tidak sehat (very unhealthy) yang berlaku pada jam dan lokasi pengukuran tersebut.
Parameter itu mengacu pada US AQI (United States Air Quality Index) level, di mana perhitungan nilai AQI tersebut menggunakan baku mutu parameter PM 2.5 US EPA sebesar 40 ug/m3.
Baca juga: Polusi Udara di Jakarta, Standar Pemerintah Dinilai Beda dengan WHO
Menanggapi hal tersebut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih menegaskan, data AirVisual yang menyatakan tingkat polusi udara Jakarta terburuk di dunia pada Selasa (25/6/2019) pagi lalu tidak sepenuhnya tepat.
Ia menyebutkan, berdasarkan standar yang digunakan di Indonesia, udara Jakarta tidak seburuk yang dihimpun AirVisual.
"Indeks kualitas udara di Indonesia belum mengunakan parameter PM 2.5. Namun, nilai konsentrasi PM 2.5 sudah diatur sebesar 65 ug/m3 per 24 jam. Standar ini sedikit lebih tinggi dari standar US EPA sebesar 40 ug/m3,” kata Andono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.