JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membuat aplikasi yang dapat menampilkan informasi kualitas udara di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut aplikasi tersebut dibuat agar masyarakat bisa mengetahui dan mengukur seberapa besar polusi udara saat itu.
"Sehingga real time dan bisa mengetahui di mana kualitas udara seperti apa. Kenapa? Karena datanya ada, tapi selama ini data di-posting di web. (Karena) kami akan jadikan satu, kami akan bisa link-kan. Sehingga kita bisa tau persis kita nyumbangnya pada polusi itu seperti ini," ucap Anies di Balairung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).
Baca juga: Menurut BMKG, Ini Faktor yang Menyebabkan Kualitas Udara di Jakarta Buruk
Anies mengatakan, selama ini masyarakat merasa kualitas udara baik-baik saja karena tidak bisa memantau kualitas udara secara real time.
"Bagi mereka yang naik motor merasakan sekali kualitas udara. Tapi bagi mereka yang dari kantor langsung masuk mobil langsung ke rumah lagi tidak menyadari kualitas seperti ini. Jadi kita ingin agar seluruh komponen masyarakat punya info," kata dia.
Ia menambahkan bahwa skala pengukuran udara pada aplikasi yang dimaksu akan berbeda dengan yang sebelumnya telah dimiliki oleh Greenpeace.
Namun, Anies enggan menjelaskan standara pengukurannya.
"Secara teknis saya biarkan para pakar menjelaskan cara mengukurnya karena skala-skalanya bisa jadi agak berbeda," ucapnya.
Sebagai informasi, udara Jakarta dinyatakan menjadi nomor satu yang terburuk di dunia pada Selasa (26/6/2019) lalu.
AirVisual merilis data pada pukul 08.00 WIB hari itu, nilai air quality index (AQI) Jakarta adalah 240 dengan konsentrasi PM 2.5 sebesar 189.9 ug/m3 atau berada pada kategori sangat tidak sehat (very unhealthy) yang berlaku pada jam dan lokasi pengukuran tersebut.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta yang Buruk Jadi Sorotan, Ini 8 Faktanya...
Parameter itu mengacu pada US AQI (United States Air Quality Index) level, di mana perhitungan nilai AQI tersebut menggunakan baku mutu parameter PM 2.5 US EPA sebesar 40 ug/m3.
Menanggapi hal tersebut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih menegaskan, data AirVisual yang menyatakan tingkat polusi udara Jakarta terburuk di dunia pada Selasa (25/6/2019) pagi lalu tidak sepenuhnya tepat.
Ia menyebutkan, berdasarkan standar yang digunakan di Indonesia, udara Jakarta tidak seburuk yang dihimpun AirVisual.
"Indeks kualitas udara di Indonesia belum mengunakan parameter PM 2.5. Namun, nilai konsentrasi PM 2.5 sudah diatur sebesar 65 ug/m3 per 24 jam. Standar ini sedikit lebih tinggi dari standar US EPA sebesar 40 ug/m3," kata Andono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.