Suyatmi (50) yang duduk di sebelah Sarinah juga bercerita bahwa dulu mereka bisa mengupas sekurang-kurangnya tiga sampai lima tong kerang dalam sehari.
Baca juga: Bahaya Kerang Hijau dari Teluk Jakarta dan Nasib Nelayan
"Kalau sekarang mah paling satu, bisa dua itu udah syukur," ucapnya.
Ia juga menuturkan, kondisi tersebut mulai mereka rasakan saat adanya pembangunan pulau reklamasi.
Keluhan-keluhan itu tak hanya dirasakan oleh mereka yang di darat. Para nelayan Muara Angke yang membudidayakan kerang hijau juga merasakan sulitnya mencari uang dari usahanya.
Salah satunya disebutkan oleh Tasdi (40). Ia menceritakan bahwa sebelum adanya reklamasi para nelayan sangat senang membudidayakan kerang hijau.
Selain kualitas dari kerang yang jauh lebih baik, pertumbuhan kerang hijau pun terbilang sangat cepat.
"Sekarang dampak limbah itu, reklamasi juga termasuk, nelayan-nelayan pada takut, belum terlalu besar udah diambil, soalnya kalau nunggu besar ntar tahu-tahu udah mati," tutur Tasdi.
Baca juga: Kerang Hijau Teluk Jakarta Mengandung Logam Berat dan Diberi Pewarna Non-pangan
Untuk membudidayakan kerang hijau para nelayan membutuhkan beberapa bilah bambu yang ditancapkan ke dasar laut sebagai tempat tumbuhnya kerang hijau.
"Nah kalau tiba-tiba kena limbah terus mati, kan sayang modalnya, makanya udah pada sedikit yang mau main kerang hijau," kata dia.
Berbagai pihak mulai dari mahasiswa, wartawan, hingga aktivis-aktivis telah berulangkali datang dengan niat membantu. Namun, hingga saat ini belum ada yang benar-benar bisa mengembalikan kesenangan mereka ketika melaut seperti sedia kala.
"Yah sekarang sih jalani aja udah, gimana ke depannya," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.