"Ini yang paling praktis. Kalau sudah selesai bisa langsung disebarkan di grup-grup WhatsApp. Cuma saya masih ada PR, karena yang kayak begini di kantor cuma saya, harusnya staf-staf saya juga belajar dari wartawan," ujar dia.
Memang benar, Sutopo lalu menunjukkan ponselnya. Di situ dia sedang mengetik sebuah informasi penanganan bencana di sebuah wilayah. Dia menghimpun informasi-informasi yang didapatnya dari lapangan melalui BPBD di berbagai daerah.
Sutopo mengaku awalnya hanya menyebarkan informasi soal kebencanaan lewat media Twitter. Namun, karakter yang terbatas di Twitter membuat dia tak leluasa menyampaikan informasi atau peringatan bencana.
Akhirnya, grup WhatsApp dipilih sebagai media yang dinilainya paling efektif menyebar informasi dan peringatan bencana kepada masyarakat melalui media massa.
Rapat Presiden Jokowi dengan menteri dan kepala negara pun tak terasa sudah selesai menjelang malam. Syamsul Maarif tampak turun dari ruangan rapat. Sutopo kemudian menghampiri.
Sesi wawancara pun dilakukan dengan Syamsul Maarif. Sutopo juga masih tampak sibuk memegangi ponselnya, mengetik poin-poin yang dibicarakan bosnya itu. Mirip sekali seperti wartawan jika dia tak mengenakan seragam dinas BNPB warna coklat muda waktu itu.
Kini, sosok pejuang yang begitu penting dan sangat membantu media di setiap peristiwa bencana itu sudah pergi. Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia di Guangzhou, China, Minggu (7/7/2019) dini hari karena penyakit kanker paru-paru yang dideritanya sejak Januari 2018.
Terima kasih dan selamat jalan, Pak Topo!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.