JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak semua penderita katarak tahu kalau mata mereka sebenarnya telah terkena penyakit tersebut.
Hal itu diakui Bernadus Asbanu (63). Pria yang sehari-harinya beraktivitas sebagai pelayan di GKI Agus Salim ini dahulu tak sadar kalau mata kanannya telah terjangkit penyakit itu.
"Kadang mata kanan saya bisa melihat, kadang pandangannya jadi buram. Saya pun heran dan menganggap itu adalah tantangan sebagai pelayan gereja," ujar dia.
Bernadus baru memeriksakan diri ke dokter pada Juni lalu. Hasilnya, gangguan penglihatan tersebut ternyata disebabkan katarak.
"Bapak mulai katarak, mau tidak mau harus operasi," ujar Bernadus menirukan ucapan dokter yang dulu pernah memeriksanya.
Mendapat vonis seperti itu, Bernadus langsung kebingungan memikirkan soal biaya.
Meskipun saat itu ia sempat memanfaatkan fasilitas BPJS Kesehatan, namun yang didapat hanya penanggulangan berupa pemberian kacamata.
"Jika ingin dioperasi, harus tunggu dua tahun lagi," kata dia.
Di tengah kepasrahannya, Bernadus hanya bisa berdoa berharap akan ada pertolongan datang untuknya.
Benar saja. Tak butuh waktu lama, doanya terjawab. Bernadus mendapatkan informasi adanya program rehabilitasi katarak di Gereja Santo Stefanus, Cilandak. Dengan sigap, ia pergi sendiri mendaftarkan diri ke lokasi tersebut.
"Akhirnya ketemu juga jalan yang dikasih Tuhan," ungkap Bernardus haru.
Penderitaan yang sama dialami Andi (39), warga Tangerang.
Bedanya, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai supir taksi online ini masih mengingat sudah berapa lama ia menderita katarak.
"Sudah lama, kira-kira empat tahunan," ungkap Andi usai menjalani operasi katarak gratis, Sabtu (6/7/2019).
Diakui Andi, selama kurun waktu tersebut, ia sama sekali belum pernah memeriksakan diri ke dokter soal gangguan penglihatannya tersebut.
"Enggak mampu uangnya, jadi ya baru kali ini (periksa)," aku Andi sambil terkekeh.
Katarak penyebab kebutaan tertinggi
Menurut Anggota Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami), Jaya Widya, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir, angka kebutaan di Indonesia mencapai tiga persen.
"Kira-kira 0,87 persen disebabkan oleh katarak," ungkap Widya.
Sementara itu, penderitanya kebanyakan adalah mereka yang berusia lanjut karena katarak sendiri merupakan penyakit degeneratif.
Namun, Widya menambahkan, ada pula kasus-kasus tertentu di mana penderitanya masih berusia produktif.
Banyak hal yang bisa memicu penyakit katarak. Salah satunya yang paling berbahaya adalah paparan sinar ultra violet.
Bantu para penderita katarak
Tingginya angka penderita katarak di Indonesia, ternyata menggerakkan hati Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk (Sido Muncul), Irwan Hidayat.
Lewat produk unggulannya, yaitu Tolak Angin, Sido Muncul kembali menggelar program operasi katarak gratis bagi masyarakat kurang mampu.
Dengan menggandeng Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dan didukung GKI Pondok Indah, Gereja Khatolik Santo Stefanus, serta Perdami Jaya, sebanyak 55 pasien katarak menjalani operasi gratis di RS dr. Suyoto, Jakarta Selatan, Sabtu (6/7/2019).
Irwan menuturkan, kegiatan yang merupakan bentuk bakti sosial Sido Muncul untuk masyarakat ini telah memasuki tahun kedelapan.
Dalam kurun waktu tersebut, yaitu sejak 2011 Sido Muncul telah menggelar operasi katarak gratis di 27 provinsi, 211 kota atau kabupaten, 240 rumah sakit atau klinik mata di seluruh Indonesia.
"Sejauh ini, total yang telah dioperasi hingga Juni 2019 sebanyak 52.250 mata," ungkap Irwan.
Melalui kegiatan itu, Irwan berharap Sido Muncul dapat membantu pemerintah dalam mengurangi angka penderita katarak.
Pasalnya, tambah Irwan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita katarak tertinggi ketiga di dunia.
Di saat bersama, Tolak Angin Sido Muncul memberikan bantuan berupa santunan sebesar Rp 105 juta kepada 105 penyandang disabilitas binaan Pusat Rehabilitas (Pusrehab) Kemhan RI.
Adapun seluruh rangkaian kegiatan sosial tersebut, yakni operasi katarak gratis dan pemberian santunan, merupakan bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Pusrehab Kemhan RI ke-51.