BEKASI, KOMPAS.com – Harris Simamora, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Bekasi menunggu vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi.
Berdasarkan fakta persidangan, jaksa penuntut umum menuntut Harris hukuman mati.
Dalam pertimbangannya, jaksa tidak menemukan hal yang bisa meringankan hukuman Haris
"Perbuatan terdakwa dilakukan secara sadis, perbuatan terdakwa membuat empat orang kehilangan harta benda dan nyawa, dua orang di antaranya masih anak-anak berusia, yaitu Sarah sembilan tahun dan Arya tujuh tahun," ujar Fariz Rachman, Senin (27/5/2019).
Malam kelam di kediaman keluarga Daperum Nainggolan
Senin, 12 November 2018, pukul 14.00 WIB. Ponsel Harris menerima chat WhatsApp dari saudara jauhnya, Maya Boru Ambarita.
“Kamu datang sekarang, besok kita mau belanja ke Tanah Abang jam 7 pagi,” tulis Maya dalam pesan tersebut.
Haris kemudian datang ke rumah Maya, istri Daperum Nainggolan di Jalan Bojong Nangka II, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi pukul 21.00 WIB.
Harris sudah biasa berkunjung ke kediaman Maya dan Daperum.
Harris mengetuk pintu rumah kemudian mendapati anak Daperum dan Maya, Sarah Nainggolan, membukakan pintu.
Harris masuk ke dalam rumah dan mengobrol dengan Daperum dan Maya di ruang keluarga sambil menonton televisi.
Pukul 23.30 WIB, Haris mendengar Daperum bertanya kepadanya, "Nginap atau nggak kamu? Kalau kamu nginap nanti enggak enak sama abang kita, Douglas.”
Maya lantas menimpali pertanyaan suaminya.
“Terserah mau nginap atau enggak, soalnya ini bukan rumah kita, kita cuma numpang di sini," kata Maya kepada Harris, sebagaimana ditirukan oleh JPU Fariz Rachman dalam pembacaan surat dakwaan di PN Bekasi, Senin (11/3/2019).
Daperum kemudian berkata kepada istrinya dengan nada agak keras, “Sudah tahu kamu kalau nginap di sini abang saya enggak suka.”
Mendengar hal tersebut, Harris bergeming. Lalu, Daperum menyemburkan kalimat yang dianggap menyakitkan oleh Harris, dalam bahasa batak.
“Kamu tidur di belakang saja, kayak sampah kamu!” kata Daperum.
Harris naik darah dan menyimpan amarahnya hingga Daperum dan keluarga tertidur.
Pukul 23.00 WIB, saat Daperum, Maya, dan dua orang anaknya terlelap pulas, Harris masuk ke dapur rumah.
Di sana, dia menemukan sebatang linggis. Gelap mata oleh amarah tadi, Harris mengambil linggis tersebut, kemudian menghampiri Daperum dan Maya yang terlelap di ruang tamu.
Singkat cerita, keduanya meregang nyawa di tangan Harris. Jeritan korban sempat melengking ke sekitar, hingga terdengar oleh tetangga dan kedua anak korban, Sarah (9) dan Arya Nainggolan (7) yang berada di kamarnya masing-masing.
Sontak, kedua bocah tersebut keluar. Bingung dengan situasi yang tengah berlangsung, mereka hendak melihat kondisi orangtua mereka.
“Mama kenapa?” tanya Sarah.
“Tidur lagi sana, Mama cuma sakit, kok,” ujar Harris.
Tak hanya menenangkan, Harris juga menuntun Sarah dan Arya menuju tempat tidurnya.
Harris kemudian duduk di sofa panjang depan televisi, terdiam merenungkan tindakan yang baru saja ia lakukan.
“Kok jadi begini, ya?” gumam Harris malam itu, sebagaimana ditirukan Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Indarto, di lokasi reka adegan, Rabu (21/11/2018).
Sesaat berselang, Harris masuk ke kamar Sarah, memastikannya telah tertidur pulas. Ia tutup wajah Sarah menggunakan selimut, kemudian membekapnya hingga tertidur selamanya.
Dengan kekejian yang sama, Harris melakukan hal serupa terhadap Arya.
Usai membunuh 4 orang anggota keluarga tadi secara sadar, Harris kabur menggunakan mobil Nissan X-Trail milik Daperum.
Dia berencana mengasingkan diri dengan mendaki Gunung Guntur di Garut, Jawa Barat.
Namun, pada Rabu (13/11/2019), ia ditangkap polisi di kaki gunung. Saat menggeledah tas Harris, polisi menemukan sebuah ponsel, sejumlah uang, dan kunci mobil Nissan X-Trail yang raib dari rumah Daperum.
Ia kemudian dibawa ke Jakarta untuk menjalani proses hukum.
Tuntutan mati dan pembelaan kuasa hukum
Dalam sidang perdana yang digelar di PN Bekasi pada Senin (11/3/2019, jaksa mendakwa Harris dengan pasal pembunuhan berencana.
Harris juga didakwa dengan pasal pencurian karena membawa kabur sejumlah barang korban, yakni ponsel, uang Rp 2 juta, dan mobil Nissan X-Trail.
"Terdakwa didakwa dengan Pasal 340 KUHP dan Pasal 363 KUHP, dakwaan kumulatif karena ada fakta juga setelah membunuh, dia mengambil barang-barang milik korban," ujar JPU Fariz Rachman saat membacakan surat dakwaannya.
Usai pemeriksaan para saksi dan terdakwa, Harris kemudian dituntut mati.
"Memohon majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harry Aris Sandigon alias Harris alias Ari dengan pidana mati dan dengan perintah agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata Fariz di PN Bekasi kala itu.
Dalam agenda sidang berikutnya, yakni pembacaan nota pembelaan atau pleidoi, Harris tak kuasa membendung air matanya.
Ia berharap majelis hakim tak mengabulkan tuntutan JPU sembari berjanji akan memperbaiki hidupnya apabila diberi kesempatan hidup.
"Saya mohon kepada majelis hakim untuk memberikan saya kesempatan hidup untuk memperbaiki kehidupan saya. Ketika saya diberikan kesempatan, saya akan berbuat terbaik dan sebaik-baiknya bagi bangsa dan kehidupan bermasyarakat," kata Harris, Senin (3/7/2019).
Dia mengaku pembunuhan keluarga Daperum Nainggolan bukan sesuatu yang direncanakan, melainkan tak mampu mengendalikan diri akibat sakit hati.
"Baru saja mau rebahan, abang saya (Daperum) langsung membentak saya, ‘Hei mau ngapain kamu, sana di belakang duduk, saya mau nonton TV dulu, sana kamu di belakang, kayak sampah saja juga kamu sama seperti orangtuamu’," ujar Harris membacakan nota pembelaannya dan meniru ucapan Daperum saat itu.
Dia juga menceritakan ulang kronologi pada malam kelam di Pondok Melati.
Namun, JPU tak menerima pleidoi tersebut dan tetap pada pendirian bahwa Harris membunuh keluarga Daperum secara berencana.
"Bahwa terdakwa mengambil handphone milik korban agar jejaknya tidak diketahui, kemudian mengambil uang sejumlah Rp 2 juta lalu menggunakan mobil milik korban untuk melarikan diri, dilanjutkan membuang linggis yang digunakan untuk membunuh korban, adalah cara-cara untuk menyembunyikan perbuatannya yang telah dipikirkan secara matang," kata Fariz dalam sidang pembacaan replik, Rabu (3/7/2019).
Pada kesempatan terakhir, tim kuasa hukum Harris melancarkan upaya pamungkas untuk membebaskan Harris dari tuntutan mati.
Sambil membantah dalil-dalil JPU yang dianggap lemah, kuasa hukum Harris berbicara soal otoritas sesama manusia dalam hal menentukan kematian manusia lain.
"Pembunuhan berlangsung seketika, tanpa jeda waktu, dalam keadaan tidak tenang. Bahkan, dalam keadaan kekacauan berpikir, karena setelah melakukan semua proses pembunuhan, terdakwa kemudian merenungkan perbuatannya dan tidak habis pikir kenapa terdakwa bisa melakukan perbuatan tersebut," kata Alam Simamora, kuasa hukum Harris, dalam sidang pembacaan duplik, Senin (8/7/2019).
Ia pun mengutip pendapat ahli hukum mengenai prakondisi pembunuhan berencana yang menurut dia, tidak terjadi dalam diri Harris saat membunuh keluarga Daperum Nainggolan.
"Apakah kita sebagai sesama manusia berhak mencabut nyawa manusia yang membunuh tersebut? Dosa tidak boleh dibalas dengan dosa," imbuh Alam.
Sidang terakhir sebelum pembacaan vonis oleh majelis hakim dua pekan mendatang itu kemudian berakhir. Dengan tangan diborgol, Harris kembali ke sel tahanannya di PN Bekasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.