Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Penadah Hujan yang Rindu Tetesan Air

Kompas.com - 11/07/2019, 16:35 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jika di depan rumah-rumah biasanya dipasangi pot bunga atau ornamen-ornamen lain sebagai dekorasi, maka kita akan melihat pemandangan berbeda di Kampung Nelayan Muara Kamal, Penjaringan Jakarta Utara.

Hampir setiap rumah di sana tergantung belahan galon, corong air, bahkan ember bekas cat air yang disambungkan ke Sebuah selang atau pipa.

Pipa dan selang itu diarahkan menuju drum-drum biru tua yang ada di bawahnya.

Meski membuat halaman depan tumah tampak berantakan, namun warga setempat tak memiliki pilihan. Dengan mengandalkan seperangkat benda itulah warga memenuhi kebutuhan air mereka.

Kampung Penadah Hujan, itulah nama yang cocok disematkan pada kampung tersebut. Alasannya, warga di sana begitu mengharapkan tetesan air dari langit untuk kelangsungan hidup mereka.

Baca juga: Musim Kemarau, PAM Jaya Sebut Pasokan Air Bersih Masih Aman

Kampung Penadah Hujan di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta UtaraJIMMY RAMADHAN AZHARI Kampung Penadah Hujan di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara

Seorang warga bernama Diana (40) mengatakan, kondisi itu sudah berpuluh-puluh tahun mereka rasakan.

Air hujan dianggap mereka hampir seperti uang yang turun dari langit. Bagaimana tidak, hanya hujan sumber air bersih yang bisa mereka dapatkan tanpa membeli.

"Kalau musim hujan mah berjejer ini semua. Ini warga pada nampung air pakai baskom, tong, segala macem," kata Dian saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Kamis (11/7/2019).

Air hujan itu, kata Diana, akan digunakan warga untuk mandi, mencuci hingga dimasak sebagai air minum.

Diana mengatakan, sudah begitu lama hujan tak membasahi lokasi tersebut. Saking lamanya, ia bahkan tak ingat kapan hujan terakhir kali turun.

Hal itu membuat pengeluarannya membengkak. Pasalnya ia harus membeli air bersih yang disediakan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) di pintu masuk perkampungan tersebut.

Setiap harinya, ia harus membeli dua gerobak atau setara dengan lima jeriken air bersih untuk memenuhi kebutuhannya.

"Kalau mau nyuci bahkan bisa tiga gerobak dalam sehari," ucapnya.

Per gerobak untuk air bersih itu Diana harus mengeluarkan uang Rp 6.000 hingga Rp 8.000.

Baca juga: Sebanyak 15.040 Jiwa di Banyumas Krisis Air Bersih

Kampung Penadah Hujan di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta UtaraJIMMY RAMADHAN AZHARI Kampung Penadah Hujan di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara

Sementara itu, Hawis (47) warga lainnya mengatakan, sejatinya dulu mereka pernah mencoba membuat sumur galian sebagai alternatif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Bertolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com