JAKARTA, KOMPAS.com - Aktris Ratna Sarumpaet mendapat vonis dua tahun oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019). Dia dinyatakan bersalah dalam kasus penyebaran berita bohong atau hoaks.
Kisah perempuan kelahiran Tarutung, Tapanuli Utara, 16 Juli 1949 itu terbilang penuh liku. Dia dikenal sebagai aktris yang kritis terhadap pemerintah di era Order Baru. Lewat puisi hingga pentas teater, Ratna menyuarakan kaum tertindas.
Baca juga: Ratna Sarumpaet Divonis Dua Tahun Penjara
Setelah Order Baru lewat, Ratna Sarumpaet tetap berkarya di jalur seni hingga akhirnya terlihat aktif sebagai pendukung Prabowo-Sandiaga pada pilpres 2019. Di masa kampanye, Ratna kemudian tersandung kasus penyebaran berita hoaks atau fitnah hingga akhirnya divonis dua tahun penjara.
Kompas.com merangkum 7 fakta Ratna Sarumpaet terkait kisah hidupnya dari layar pentas hingga harus mendekam di balik jeruji besi.
Meski sudah puluhan tahun berkarya di dunia seni, Ratna Sarumpaet bukanlah seorang anak yang lahir dari keluarga seniman. Tak juga dengan aktivitas seni, kecuali bernyanyi di gereja dekat rumahnya.
Saat tumbuh dewasa, Ratna justru memilih jurusan Arsitektur Universitas Kristen Indonesia (UKI). Kepada Kompas, Ratna mengaku memilih jurusan Arsitektur hanya untuk menyenangkan orang tuanya meski saat itu ia sangat ingin kuliah di jurusan sastra.
"Orangtua mengusulkan agar saya mengambil jurusan arsitektur, karena saya juga gemar menggambar," kata dia seperti dikutip Kompas pada 3 Mei 1992.
"Nilai-nilai ujian saya cukup baik, tetapi saya merasa tidak bersungguh-sungguh mempelajarinya. Tapi kalau keluar dari kuliah pun, saya tidak tahu harus berpijak ke mana," akunya.
Pada tahun 1968 Ratna menonton pertunjukan teaternya WS. Rendra di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Inilah titik awal Ratna akhirnya memutuskan serius terjun ke dunia teater.
"Entah mengapa saya merasa senang sekali nonton pementasan drama itu. Lalu saya mulai bergaul dengan orang-orang teater, dan merasa pas," kenangnya.
Tahun 1969, setelah berhasil meyakinkan orangtuanya bahwa ia ingin mendalami soal teater, Ratna pun nekad berangkat ke Yogyakarta. "Modal awal saya menjual anting-anting, dan pada bulan- bulan pertama di Yogya, saya menjahit dan menjual baju anak-anak," kenangnya.
Selama 11 bulan Ratna bergabung dengan Bengkel Teater namun dia akhirnya memilih meninggalkan grup itu. Ratna kemudian berkarir di Jakarta menjadi pemeran-pemeran drama di TVRI.
Baca juga: Ini 5 Alasan Hakim Jatuhkan Vonis 2 Tahun untuk Ratna Sarumpaet
Ratna tak melupakan cita-citanya ingin menjadi sutradara. Berkat bantun sang suami, Ratna pun membentuk grup teater bernama Satu Merah Panggung. Grup ini berhasil menyewa salah satu panggung di Taman Ismail Marzuki.
Pada 1974, grup ini pun mementaskan Rubayat Omar Khayam yang kemudian banyak dikenal orang. Grup ini kemudian memainkan karya klasik seperti Hamlet hingga Othello yang membuat namanya kian besar.
Meski Ratna sangat menikmati perannya sebagai sutradara teater, namun ia tak menampik kehidupan di dunia teater tak sebanding dengan penghasilan yang didapatkan.
Guna mencukupi hidupnya, juga grup teaternya, Ratna tak berhenti menulis naskah teater maupun untuk sinetron. "Penghasilan dari sinetron sangat mendukung kegiatan berteater," akunya.
Ratna Sarumpaet sempat vakum dari dunia teater selama 13 tahun hingga tahun 1989. Di masa vakumnya itu, Ratna bercerai dengan suaminya Fahmi dan menjadi pembantu umum di sebuah teater Off Broadway di Amerika Serikat.
Ratna kembali berteater tahun 1989 dengan memproduksi Hamlet Bali, tapi tak lagi menggunakan nama bekas suaminya yang dulu mendukung pendanaan tiga produksi teater sebelumnya. Sutradara yang lama hilang itu berganti nama dari Ratna Fahmi menjadi Ratna Sarumpaet saja.
Ratna pernah berurusan dengan polisi pada tahun 1997. Gara-garanya, waktu kampanye PPP, Ratna yang suka mengangkat masalah-masalah sosial dalam karyanya mengusung keranda bertuliskan "Demokrasi" di beberapa jalan di Jakarta Selatan.
"Saya memang simpatisan PPP sejak 82. Ini yang banyak orang tidak tahu. Apalagi sekarang ini, saya lihat PPP makin membuka diri terhadap berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat. Saya ingin terus ada perkembangan demikian pada PPP," kata Ratna seperti dikutip Kompas, 11 Mei 1997.
Baca juga: Gerindra DKI: Vonis Ratna Sarumpaet Buktikan Prabowo-Sandi Tak Terlibat
Bersama 10 anak buahnya dari Satu Merah Panggung, ia menempatkan sebuah keranda di atas mobil Kijang, lengkap dengan payung kematian. "Ditangkapnya di Pancoran. Saya dituduh menarik perhatian masyarakat sampai mengganggu ketertiban," cerita Ratna yang akhirnya dikenakan wajib lapor dua kali seminggu.
"Kata mereka kemudian, saya boleh ikut kampanye tapi jangan aneh-aneh," ucapnya. "Aneh-aneh itu bahasa apa? Kalau saya cuma berdiri dan diam di pinggir jalan bakal dianggap aneh apa tidak?" lanjut Ratna Sarumpaet.
Ratna adalah sosok yang kritis. Dia pun berkali-kali berurusan dengan polisi. Maka, bukan kali ini saja Ratna merasakan hidup di penjara.
Pada Maret 1998, Ratna pernah ditangkap dan dipenjara selama 70 hari karena menyebarkan kebencian dan menghadiri pertemuan politik "anti-revolusioner". Hal ini dilakukan Ratna yang kecewa dengan tindakan otokritik Orde Baru Soeharto selama pemilu 1997.
Dia pun memimpin protes pro-demokrasi yang kemudian menyinggung penguasa.
6. Melarikan diri ke luar negeri
Setelah dibebaskan, Sarumpaet terus berpartisipasi dalam gerakan pro-demokrasi; tindakan ini menyebabkan dia melarikan diri dari Indonesia setelah mendengar desas-desus bahwa dia akan ditangkap karena perbedaan pendapat. Ketika dia kembali ke Indonesia, Sarumpaet terus menulis stageplays yang bermuatan politik.
7. Operasi plastik berujung pidana
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Juli menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Ratna Sarumpaet. Ratna terbukti bersalah dalam kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Dalam pertimbangannya, hakim menganggap Ratna telah membuat keonaran di publik dengan kebohongannya itu.
Baca juga: Tipu Daya Ratna Sarumpaet Sebar Hoaks di Lingkaran Prabowo....
Awalnya, kebohongan Ratna bermula ketika dia melakukan operasi plastik di sebuah klinik kecantikan. Untuk menutupi operasi plastik itu dari anak-anaknya karena malu, Ratna pun mengarang cerita dirinya dipukuli sekelompok orang.
Namun, hakim menganggap alasan Ratna itu tak terbukti. Hakim berkeyakinan Ratna sengaja membuat onar karena kebohongan itu ternyata tak hanya disebar Ratna ke anggota keluarganya, melainkan ke orang-orang lain dan dikaitkan dengan suasana pemilihan presiden. Kebohongan Ratna
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.