Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru SMP Swasta di Bekasi Tetap Bertahan walau Hanya Mengajar 2 Murid

Kompas.com - 16/07/2019, 06:36 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Mengajar, katanya, merupakan profesi mulia. Bahkan di kota besar, seorang guru tak mesti puas hanya karena honornya cair.

Lebih dari itu, ada kepuasan tak terlukiskan ketika seorang guru sanggup mengantarkan muridnya, berapa pun itu, mendaki tangga pengetahuan di sekolah.

Demikian deskripsi suasana batin beberapa guru di sebuah SMP swasta di Perumnas 1 Kayuringin, Bekasi Selatan. Sudah dua tahun terakhir, SMP ini menoreh jumlah siswa paling sedikit sepanjang 36 tahun berdirinya sekolah.

Tahun lalu, mereka hanya menerima 5 orang siswa. Tahun ini, dua.

"Karena jumlah siswa menurun, tahun ajaran baru ada 3 guru mundur. Tadinya ada 9 guru, jadinya tinggal 6. Kan mereka mengejar sertifikasi," ujar wakil kepala SMP swasta tersebut saat dijumpai Kompas.com di sekolahnya, Senin (15/7/2019) pagi, bertepatan dengan hari pertama sekolah tahun ajaran 2019/2020.

Baca juga: Kisah dari SMP Swasta di Bekasi yang Hanya Kedatangan 2 Siswa Baru...

Bapak wakil kepala sekolah, sebut saja demikian, tak mengizinkan namanya dimuat dalam artikel. Dia pun mewanti-wanti agar nama SMP swasta tiga lantai yang berdiri di Bekasi sejak 1983 ini tak dicantumkan, baik dalam tulisan maupun visual.

Bapak wakil kepala sekolah ini lalu membeberkan lebih jauh sejumlah keadaan pahit yang, suka tidak suka, mesti dihadapi guru-guru di SMP swasta ini akibat jumlah murid yang kian susut.

"Jadi, guru-guru di sini ada yang rangkap ngajarnya. Harus. Karena kalau hanya mengandalkan..." kata wakil kepala sekolah sebelum memotong ucapannya sendiri.

"Misalnya guru prakarya lah, kita sebut. Dia cuma ngajar 2 jam, dikali 3 rombel (rombongan belajar -- kelas), mau digaji berapa? Kalau 1 jamnya Rp 20.000, dia sebulan cuma dapat Rp 120.000. Bisa makan apa? Bisa bayar kontrakan juga kurang kan?" jelasnya.

Wakil kepala sekolah menyebut, honor guru di SMP swasta ini bervariasi berdasarkan senioritasnya. Rata-rata, guru diberi honor Rp 17.500 per jam.

"Otomatis mereka nyari sekolah lain. Guru-guru itu mencari jam. Kalau yang bertahan, misalnya guru Prakarya tadi, bisa ngajar PKn? Oh bisa, jadilah ngajar PKn, kan lumayan 3 jam kali 3 rombel. Anaknya kan mesti sekolah juga," imbuhnya.

Baca juga: Lucunya Hari Pertama Sekolah, Saat Orangtua Rebutan Kursi hingga Duduk di Kelas

Menjaga gairah mengajar

Wakil kepala sekolah yang kini juga merangkap sebagai guru sains dan matematika tak dapat menjelaskan alasan yang membuat 6 orang guru tersisa tetap bertahan di SMP swasta ini. Menghadapi murid yang dapat dihitung dengan jari, setiap hari, jelas memantik rasa jemu.

"Gairah sudah pasti (berkurang). Semangat belajar murid kan pasti juga turun. Kalau muridnya brilian, otomatis bergairah. Kalau dari dua murid, dua-duanya bermasalah, kan susah. Sejago-jagonya guru ngajar, mau bagaimana?" kata dia.

"Entah gimana guru-guru yang mau bertahan. Mereka bertahan, saya perjuangkan, sudah."

Satu sisi, sistem zonasi radius yang diterapkan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) memang menambah pilihan bagi para siswa untuk menempuh sekolah secara gratis di sekolah negeri. Apalagi, Pemerintah Kota Bekasi cukup gencar menambah unit-unit sekolah baru guna menampung calon siswa.

Baca juga: Hari Pertama Masuk Sekolah, Murid Disambut Angklung hingga Bersihkan Debu Proyek Tol

Akan tetapi, tak banyak yang mendengar nasib sunyi guru-guru swasta, yang porsi makan dirinya dan keluarganya bergantung pada jumlah siswa yang diajar. Hal itu berkorelasi langsung dengan merebaknya sekolah negeri di tempat-tempat yang awalnya "dikuasai" sekolah swasta, termasuk SMP swasta yang satu ini.

"Guru-guru sudah senior semua, karena ya di situlah jiwanya. Saya paling muda, 23 tahun mengajar di sini. Namanya juga sudah mendarah-daging," ujar wakil kepala sekolah ini, santai namun dengan nada pahit yang samar.

"Yang lain sudah lama dari 1983. Zaman kelasnya banyak sampai surut kayak sekarang," kenang sang wakil kepala sekolah.

Kini, SMP swasta itu dikepung enam sekolah lain di satu komplek saja, yang agaknya sanggup memikat lebih banyak calon siswa. Ada 2 SMP negeri, tiga sekolah swasta, dan satu sekolah berbasis agama di Komplek Perumnas 1 Kayuringin.

Wakil kepala sekolah tak tahu bakal jadi seperti apa sekolahnya pada tahun ajar mendatang. Jelas, SMP swasta ini bukan kursus yang menawarkan kelas privat. Apa pun yang terjadi, tampaknya, wakil kepala sekolah dan sederetan guru di belakangnya akan terus bertahan sebisanya di sekolah yang entah berapa lama lagi akan bertahan.

"Kita mencoba memberikan yang terbaik saja. Berapa pun yang masuk, kita hantarkan dia sampai selesai," tutup wakil kepala sekolah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Megapolitan
Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com