Kelurahan Duren Jaya, misalnya, belum memiliki SMP negeri hingga Pemerintah Kota Bekasi membuka SMPN 57 dengan menggunakan gedung eks SDN Duren Jaya 10 dan mendatangkan guru dari SMPN 11 Bekasi dengan sistem induk.
"Sistem PPDB dengan zonasi berdasarkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 itu masih menuntut setiap keluarahan ada sekolah," kata dia. "Jumlah penduduk kita 2,6 juta. Itu kan perlu fasilitas sekolah, sekolah publik yang murah," imbuh Inayatullah.
Pria yang akrab dipanggil Inay itu menyebut, dibukanya USB SMP negeri tak serta-merta mencaplok jumlah siswa yang berpotensi diterima sekolah swasta.
"Masalah pilihan kan tidak bisa kita arahkan. Lulusan kita, SD, itu 46.459. Daya tampung SMP negeri itu baru 36%. Berarti masih 30 ribu masih bisa di swasta," ucap Inay.
Baca juga: BMPS Sebut Ada SMPN di Bekasi Kelebihan Kapasitas, Dinas Pendidikan Membantah
BMPS sebut ada sekolah overkapasitas, Pemkot Bekasi klaim jumlah siswa sesuai aturan
BMPS mengklaim menemukan adanya SMP Negeri yang jumlah siswanya melampaui kuota yang ditentukan.
"Saya bilangin, ada murid SMP PGRI Pondok Gede keluar 16 anak, masuk SMP Negeri 6. Terus, SMP Negeri 6 jadi ada 42 siswa per rombel (rombongan belajar). Dinasnya enggak ngerti kalau ada siswanya 42 per rombel," kata Ayung, Selasa.
Menurut Ayung, hal tersebut telah melanggar berbagai jenjang peraturan. Ia merujuk Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 53 Tahun 2018. Di sana, tertulis bahwa jumlah siswa per rombel dibatasi sebanyak 32 anak. Namun, masih dalam peraturan yang sama, masing-masing kepala daerah berwenang atas diskresi.
Diskresi Wali Kota Bekasi atas kuota ini pun terejawantahkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 54 Tahun 2019 yang memberi kelonggaran jumlah siswa per rombel sebanyak 36-40 anak.
Ayung menganggap, peraturan wali kota (perwal) ini merupakan bentuk intervensi pemerintah kota. Sudah begitu, jumlah 42 siswa per rombel di SMP Negeri 6 Bekasi sebagaimana diklaim BMPS, juga melanggar perwal tersebut.
Namun, temuan ini ditepis oleh Inayatullah. Dia menyebut, pihaknya senantiasa mengacu peraturan wali kota (perwal) dalam penentuan jumlah kursi dalam satu rombel.
"Tidak ada. Di dalam perwal itu satu rombel 36-40 siswa. Pokoknya di perwal kita 36-40," kata Inayatullah. "Insya Allah tidak ada (overkapasitas). Kita berharap 36-40," tambahnya.
Mediasi buntu
Adu klaim Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan Dinas Pendidikan Kota Bekasi tak mencapai titik temu bahkan setelah aksi unjuk rasa. Penyebabnya, ragam masalah menyangkut pengelolaan sekolah swasta di Bekasi yang hendak dibahas siang ini ada di tangan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. Namun, walikota sedang tak di kantornya.
"Tujuan utama adalah ketemu walikota, kepala dinas dan staf ahli tidak bisa beri jawaban. Tidak ada negosiasi, tidak ada titik temu. Seperti berbalas pantun kami berdebat kusir. Karena yang punya kebijakan walikota. Kami dengan dinas (pendidikan) sudah sering diskusi, mereka bilang 'akan kami sampaikan ke walikota, kami hanya menjalankan'. Pejabat yang di dalam nggak bisa berikan jawaban terhadap apa yang kami tuntut," ujar Ayung.