Bukan hanya teleskop, pengunjung pun bisa belajar tentang sistem tata surya kepada para mentor yang disiapkan menjaga masing-masing alat peneropong.
Para mentor itu berasal dari Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ). Soal pengetahuan tentang ilmu astronomi, mereka tak perlu diragukan lagi.
"Di samping memandu, mentor ini memberi edukasi dan pencerahan kepada pengunjung. Misalnya, Saturnus itu kenapa ada cincinnya? Planet Jupiter gimana, dan sebagainya," ujar Eko.
Meski sudah disediakan 13 teleskop, tetap saja pengunjung harus mengantre cukup lama.
Maklum, setiap pengunjung tak mau cepat-cepat memalingkan keindahan bulan dan planet-planet lain dari matanya.
Belum lagi, posisi planet-planet, seperti Saturnus dan Jupiter yang terus bergerak membuat para mentor harus berulang kali menyetel teleskopnya.
Dari teleskop, keindahan bulan terlihat detail, sementara Saturnus tampak jelas bercincin meski ukurannya sangat kecil. Jupiter lebih kecil lagi, tetapi tetap terlihat.
Dengan sabar, para mentor memberikan penjelasan pada pengunjung yang setiap saat selalu bertanya, "Mas, planetnya kok enggak kelihatan ya?"
Fenomena langka
Planetarium dan Observatorium Jakarta tidak hanya sekali itu menggelar peneropongan bulan dan planet-planet di sekitar Bumi.
Setahun, ada 72 kali peneropongan malam yang rutin diadakan pengelola Planetarium dan Observatorium Jakarta, dengan mengajak masyarakat.
Namun, itu belum termasuk peneropongan saat ada fenomena-fenomena astronomi tertentu, seperti gerhana bulan seperti sekarang ini.
Tahun ini, hanya ada tiga kali fenomena gerhana, yakni gerhana bulan sebanyak dua kali pada Januari dan Juli ini, kemudian gerhana matahari pada Desember mendatang.
Menurut ahli astronomi dari Planetarium Jakarta Cecep Nurwendaya, fenomena gerhana bulan ini merupakan yang pertama kali bisa disaksikan secara langsung sepanjang 2019.
Gerhana bulan total pertama pada tahun ini terjadi pada 21 Januari lalu, namun tidak bisa dilihat karena di Indonesia berlangsung siang hari.
Beruntungnya, kali ini gerhana bulan bisa disaksikan secara langsung karena berlangsung malam hari, didukung cuaca yang teramat cerah.
Malam berganti pagi, namun para pengunjung yang kebanyakan anak muda tetap bersemangat menunggu proses gerhana bulan, sembari sesekali mengintip lewat teleskop.
Banyak yang menyiasati waktu dengan bercengkerama, meng-"update" status media sosial lewat ponsel, menunggu puncak gerhana bulan yang diperkirakan terjadi pukul 04.30 WIB.
Apalagi, lampu-lampu di pelataran Planetarium dan Observatorium Jakarta kemudian dimatikan, membuat cahaya bulan kian jelas menerangi, sebelum tertutup bayangan bumi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.