"Implementasi Sistem Parkir dan Masuk UI merupakan upaya kampus mengendalikan jumlah kendaraan di dalam lingkungan UI sebagai bentuk semangat pengelolaan lingkungan UI yang hijau, ramah lingkungan, aman dan nyaman," tulis Kepala Kantor Humas dan KIP UI Rifelly Dewi Astuti dalam siaran persnya.
“Kami juga ingin meningkatkan keselamatan lalu lintas bagi sivitas akademika UI serta kemudahan dalam mengevaluasi keselamatan berlalu lintas. Lebih lanjut, diharapkan dengan adanya pengendalian jumlah kendaraan, maka lahan parkir akan dimanfaatkan bagi yang seyogyanya berhak," lanjut dia.
Mengakomodasi protes, pihak UI akan menerapkan kebijakan bebas biaya parkir bagi kendaraan yang berada di areal kampus selama kurang dari 15 menit.
Bagi Jarpul, mahasiswa FISIP, jika kebijakan ini diterapkan nantinya, ongkos yang harus dikeluarkan tiap hari akan bertambah.
Dengan uang jajan Rp 100.000 yang belum dipotong bensin untuk mobil, ia harus menambah tarif maksimal Rp 10.000 sampai Rp 15.000 jika mengacu pada tarif baru.
"Kalau nginepin kendaraan juga jadi mahal banget enggak kayak dulu," kata Jarpul, Selasa (16/7/2019).
Jika naik motor, ongkos parkir per jam juga tentu akan memberatkan. Begitu pula halnya jika ia naik ojek online.
"Misal gue naik Grab ya mesti nambah Rp 2.000 tiap masuk kampus. Belom kalo gue keluar masuk entar-entarnya kan berasa juga lama-lama," ujar dia.
Hal berbeda disampaikan Adit, mahasiswa lain. Kendati sama-sama menolak, Adit yang tinggal di dekat UI tak ada masalah dengan uang yang harus dikeluarkan.
"Permasalahannya bukan sekadar di uang parkir yang dipungut. Tapi kesiapan fasilitas yang harus mereka siapkan sebelum membuat kebijakan ini," kata Adit.
Adit tak menolak harus meninggalkan motornya di rumah. Namun, itu bakal menghambat mobilitasnya dan banyak orang lain.
Ia khawatir kemacetan yang terjadi saat uji coba bakal lebih parah ketika nantinya perkuliahan dimulai. Kemacetan bakal membuat banyak orang terlambat.
"Gue seneng-seneng aja. Karena gue orang yang suka berangkat mepet waktu. Jadi ada alesan buat telat ke dosen, ha ha ha" kata dia.
Sebagai warga Kukusan, Adit juga menganggap akses berbayar bagi warga di pintu masuk sangat konyol. Pasalnya, banyak warga hanya sekadar numpang lewat untuk menuju Jalan Margonda. Mereka kini harus macet mengantre untuk sekadar lewat.
Adit juga menuntut parkir yang lebih canggih ini bisa memberi nilai lebih bagi pengguna kendaraan. Ia ingin kebijakan ini tak sekadar memungut uang.
"Karena sekarang ada Secure Parking, agar secure, maka parkiran dibuat lebih luas supaya enggak baret-baret dan terjadi kerusakan," ujar Adit.
Ia juga berharap jadwal keberangkatan bis kuning maupun transjakarta tepat waktu sehingga ke depan bisa diandalkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.