Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transportasi Kampus UI Depok, dari Bus Kutu ke Secure Parking

Kompas.com - 18/07/2019, 07:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Parkir berbayar yang kini jadi polemik di kampus Depok Universitas Indonesia bukan yang pertama kali terjadi. Sejak kepindahan UI ke Depok 32 tahun lalu, transportasi sudah jadi masalah sendiri bagi mahasiswa.

Dikutip dari buku Berkembang dalam Bayang-bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1960an (2017) karya Tri Wahyuning M Irsyam, kampus UI awal mulanya tersebar di Jalan Rawamangun Muka, Jalan Salemba 4, dan Jalan Salemba 6, serta Jalan Pegangsaan Timur.

Pemindahan kampus UI digagas para staf senior UI dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro, Rektor UI 1964-1973.

UI dinilai sukar untuk dikembangkan karena letaknya berjauhan, dan diperhitungkan tidak akan mampu menopang perkembangan UI pada masa yang akan datang.

Pada tahun 1974, Prof. Dr. Mahar Mardjono, yang menggantikan Prof. Dr. Ir Soemantri Brodjonegoro menetapkan kawasan yang letaknya di perbatasan Depok (Jawa Barat) dan Jakarta Selatan (DKI Jakarta Raya) sebagai kampus baru UI.

Lokasi tersebut dipilih setelah mempertimbangkan beberapa lokasi pilihan yang diajukan seperti Ragunan, Cibubur, Gunung Putri, Ciseeng, dan Serpong.

Namun berbeda dengan Depok yang dilalui oleh jaringan rel kereta api, daerah-daerah yang dipertimbangkan tersebut tidak memiliki itu.

Akses transportasi menjadi salah satu alasan dipilihnya tanah seluas 320 hektar di perbatasan Jakarta dan Depok sebagai kampus baru UI.

Pembangunan kampus UI selesai pada 1987. Di masa awal-awal, pihak rektorat belum menyiapkan sarana transportasi. Tak ada angkutan mahasiswa dari pintu gerbang kampus ke tempat kuliah.

Berdasarkan catatan Kompas, 9 Desember 1987 berjudul Enam Bulan Setelah Pindah, UI Sibuk Dengan Satpam, ketika persoalan ini tengah dicarikan jalan keluar, tiba-tiba muncul beberapa kendaraan semacam bus kecil berwarna biru, mengitari kampus, dengan tarif antara Rp 50 sampai Rp 100.

Di badan kendaraan terdapat tulisan "Dana Penyantun Mahasiswa," dan menggunakan stiker UI. Para mahasiswa menyebut kendaraan tersebut sebagai "bus kutu".

Mereka langsung memanfaatkan "bus kutu" tersebut, tanpa berpikir lagi siapa yang disantuni. "Yang penting kami terangkut," demikian komentar para mahasiswa.

Era bikun

Namun, keberadaan bus kutu ini tidak berlangsung lama, karena tidak ada izin rute di Ul. Empat bus besar berwarna kuning, yang akrab disebut Bus Kuning (Bikun), sumbangan dari ILUNI UI (Ikatan Lulusan Universitas Indonesia), dan Departemen Perhubungan, kemudian menggantikan keberadaan bus kutu.

Selain akses keliling kampus yang sulit, akses menuju kampus dari indekos di sekitar UI juga sama sulitnya. Kala itu, rumah-rumah indekos mulai tumbuh di sekitar Kukusan, Pondok Cina, dan Margonda.

Dikutip dari catatan Kompas berjudul Dari Kukusan ke Margonda yang tayang pada 28 Januari 1990, kesulitan tersebut mulai dirasakan ketika mahasiswa akan bepergian. Apalagi kalau kegiatan itu dilakukan pada malam hari.

Angkutan umum, seperti angkot hanya beroperasi hingga pukul 20.00, setelah itu angkutan yang ada adalah becak dengan tarif Rp 800 atau ojek, dengan tarif Rp 500, sampai ke Depok 1. Namun, mendapatkan kedua angkutan itu juga tidak mudah.

Dari data yang ada, jumlah rumah pemondokan mahasiswa tercatat 602 bangunan, yang tersebar di Desa Kukusan, Desa Kemiri Muka, dan desa Pondok Cina yang terletak di sebelah utara Kampus UI.

Batasi kendaraan

Seiring dengan pertumbuhan jumlah mahasiswa, kendaraan yang melintas di UI pun semakin banyak. Dua dekade kemudian, banyaknya kendaraan ini mulai disadari pihak rektorat.

Pada 2015, Universitas Indonesia berencana membuat lingkungan kampus tersebut steril dari kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun mobil.

Rencana sterilisasi kendaraan bernotor tersebut akan diterapkan setelah UI membangun tiga gedung parkir di luar lingkungan kampus.

Pembangunan gedung parkir waktu itu dalam tahap perencanaan dan diharapkan mulai dipikirkan dan direalisasikan dalam satu atau dua tahun mendatang.

"Dengan gedung parkir di luar lingkungan kampus, mahasiswa dan dosen atau masyarakat yang datang ke UI harus memarkir kendaraan di gedung parkir tersebut, kemudian menyambung dengan bus kuning atau sepeda yang telah disediakan," kata Gunawan Tjahjono, peneliti UI GreenMetric, di Kampus UI, Depok, 16 Januari 2015, sebagaimana dikutip dari Warta Kota.

Gedung parkir itu akan dibangun di tiga lokasi, yakni di bagian barat, utara, dan timur. Kapasitas masing-masing gedung sebanyak 3.000 kendaraan. Dengan demikian, total kendaraan yang dapat tertampung sebanyak 9.000 unit.

"Dengan adanya kantong-kantong parkir yang ada sekarang memang tidak baik. Jadi banyak kendaraan yang masuk dan itu sama saja menambah emisi gas karbon," kata Gunawan.

Kalaupun ada kendaraan yang terpaksa harus masuk ke lingkungan kampus, maka akan disiasati dengan sistem pembayaran sesuai waktu parkir.

Saat itu sistem parkir kendaraan masih berlaku sama. Untuk roda empat dikenakan Rp 2.000 tiap kali masuk dan Rp 1.000 untuk roda dua di parkiran masing-masing fakultas.

"Nantinya akan diberlakukan tarif per jam," katanya.

Namun wacana ini tak kunjung diwujudkan. Gedung parkir yang dijanjikan tak kunjung dibangun. Namun UI tetap menerapkan tarif masuk per jam. Kebijakan itu tengah diuji coba dan menuai penolakan dari banyak pihak, terutama mahasiswa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Pengurus PAN Sambangi Kantor Golkar Bogor, Sinyal Pasangan Dedie-Rusli pada Pilkada 2024?

Megapolitan
Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Aduan Masalah THR Lebaran 2024 Menurun, Kadisnaker: Perusahaan Mulai Stabil Setelah Pandemi

Megapolitan
Disnaker DKI Terima Aduan terhadap 291 Perusahaan soal Pembayaran THR Lebaran 2024

Disnaker DKI Terima Aduan terhadap 291 Perusahaan soal Pembayaran THR Lebaran 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com