Hal itu bisa diwakilkan oleh pendampingnya atau bisa juga dibantu oleh petugas.
Baca juga: Viral Balita Diminta Bawa Barang Kabin Sendiri, Ini Penjelasan Lion Air
Kontroversi lain antara maskapai dan penumpang pernah terjadi di maskapai Citilink. Seorang calon penumpang yang menderita autisme dilarang naik ke pesawat Citilink rute Yogyakarta-Balikpapan pada awal Juni 2018.
Anak tersebut adalah putra dari seorang konsumen yang sudah sering terbang menggunakan Citilink. Namun pada saat itu, sang anak menunjukkan kondisi yang tidak memungkinkan untuk terbang sehingga harus menjalani pemeriksaan kesehatan di bandara seperti berteriak, gelisah, tidak tenang, dan tampak tidak sehat.
Atas kejadian ini, pihak maskapai mengaku meminta maaf jika membuat konsumen merasa terganggu, akan tetapi semua ini demi kenyamanan dan keselamatan penerbangan yang akan dilakukan.
Ibu dan anak ini pun diberangkatkan keesokan harinya dengan penerbangan pengganti saat kondisi sang anak sudah lebih tenang dan baik.
Berita selengkapnya: Viral Anak Penyandang Autisme Dilarang Naik Pesawat, Ini Penjelasan Citilink
Berpendapat, di mana pun itu, merupakan hak setiap warga negara yang sudah dijamin oleh undang-undang.
Namun adanya Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik (UU ITE), terkadang menjadi celah bagi satu pihak untuk mengkriminalisasikan pihak lain terkait ucapannya.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Head Division Online Freedom of Expression SAFEnet, Ika Ningtyas.
"Sebenarnya, kapasitas warganet itu adalah bagian kebebasan berpendapat dia yang seharusnya sudah dijamin oleh undang-undang kebebasan berpendapat. Ternyata, dengan pasal karet UU ITE pasal 27 ayat 3 ini memberikan ruang bagi kriminalisasi," kata Ika, Rabu (17/7/2019).
Menurutnya, media sosial menjadi salah satu media yang mudah diakses masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya, selain di media massa mainstream.
Baca juga: Menu Tulis Tangan Garuda dan Rius Vernandes, Bukti UU ITE Tak Selaras dengan Hak Digital
Sementara itu, menurut Ketua Harian Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, terdapat cara yang komplain yang baik untuk dilakukan seorang konsumen terhadap penyedia jasa atau produk, jika terdapat sesuatu yang kurang berkenan.
Cara itu adalah dengan menyampaikannya secara langsung kepada penyedia jasa atau produk terkait. Bisa melalui surat elektronik, telepon, atau mendatangi kantor kerjanya secara langsung.
Hal itu perlu dilakukan, karena kedua belah pihak memiliki kepentingannya masing-masing yang harus dijaga. Konsumen ingin pelayanan prima, pelaku usaha juga ingin nama baiknya terjaga.
"Konsumen bisa saja mendalilkan review atau apa, itukan alasan konsumen. Namun, pelaku usaha juga punya alasan yang cukup rasional untuk mengartikan seperti apa, karena kan Undang-Undang ITE jelas," ujar Tulus.
Ia menjelaskan, pihaknya baru bisa memberi tindakan bantuan sesuai prosedur setelah konsumen melayangkan kritik secara langsung kepada penyedia usaha, namun tidak mendapat respons yang baik.
"YLKI akan menanggapi pengaduan kalau sudah ada tanggapan dari pelaku usaha tapi responsnya kurang baik," ucapnya.
Baca juga: Wahai Konsumen, Begini Cara Kritik yang Aman Menurut YLKI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.