JAKARTA, KOMPAS.com - Di sepanjang jalan Fatmawati Jakarta Selatan, banyak restoran ataupun tempat “ngopi” yang berjajar rapi seakan merayu pelanggan. Dari tempat makan kaki lima sampai restoran kenamaan pun ada disana
Namun ada satu tempat yang menarik perhatian Kompas.com saat menelusuri jalan tersebut. Tempat itu adalah Sunyi House of coffee and hope.
Letaknya di Jl. RS. Fatmawati No. 15, Cilandak, Jakarta Selatan.
Rasanya tidak lazim nama tersebut untuk sebuah tempat ngopi. Kenapa “sunyi” ? kenapa “hope”? dan pertanyaan serba “kenapa” muncul dalam kepala ketika melihat nama itu.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Lapor ke Komnas HAM soal Dugaan Pelanggaran Hak dalam Seleksi BUMN
Berbekal segudang pertanyaan tersebut Kompas.com mencoba masuk ke dalam tempat yang rasanya bisa disebut sebagai kafe itu.
Saat memarkirkan sepeda motor, terlihat seorang ibu – ibu dengan sigap mengatur kendaraan roda dua agar masuk ke parkiran.
Namun anehnya tidak ada satu kata pun terucap dari mulut ibu yang juga tukang parkir itu.
Hanya tangan lincahnya yang terlihat kokoh mengarahkan motor untuk masuk ke dalam tempat parkir
Ketika masuk ke dalam kafe, suasana tenang sangat terasa. Terlihat empat sampai lima pengunjung sedang duduk tenang, membuka laptop sambil sesekali menyeruput kopi miliknya.
Benar-benar tidak ada suara orang berbicara.
Baca juga: Cerita Penyandang Disabilitas Bisa Kerja di Kemenhub
Ketika Kompas.com menunjukan handphone dengan tulisan “Saya wartawan, saya mau berbicara dengan pemilik kafe”, dia langsung paham dan memanggil sesosok pria yang kebetulan duduk tidak jauh darinya.
Dia adalah Fernaldo Garcia, owner kafe Sunyi house of Coffee and hope.
Fernaldo mengatakan semua pekerja yang ada di Kafe Sunyi ini adalah orang – orang penyandang disabilitas.
Baca juga: Ketika Siswa Sekolah dan Penyandang Disabilitas Jajal Naik LRT Jakarta
Penjelasan tersebut seakan menjawab mengapa tukang parkir dan penjaga kasir menggunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi.