Lidah mertua disebut berguna untuk menghilangkan banyak racun di udara dalam ruangan, sehingga dapat menjadi solusi ramah lingkungan.
Sebelum dikaji lebih dalam oleh NASA, masyarakat AS mengalami fenomena sick building syndrome (SBS), karena tingginya biaya pemanasan dan pendinginan ruangan.
Dengan demikian, para arsitek berupaya membangun bangunan yang bisa menekan biaya pemanasan dan pendinginan dengan cara memaksimalkan energi.
Sayangnya, inovasi ini berdampak mengganggu kesehatan tubuh.
Penduduk AS menjadi kekurangan oksigen, saluran pernafasan terganggu, sinus, membuat mata gatal, ruam kulit, sakit kepala, hingga mengembangkan kanker tertentu.
Menyikapi banyaknya faktor risiko yang terjadi, NASA kemudian berkolaborasi dengan Associated Landscape Contractors of America (ACLA).
Dalam kolaborasi ini, mereka berfokus pada efek tanaman hias untuk mengurangi polusi udara dalam ruangan.
Studi mereka juga mempelajari efek dari ukuran daun tanaman, sistem akar mereka, tanah tempat mereka ditanam dan mikroorganisme yang tumbuh dalam tanah.
Faktor-faktor ini penting ketika mempertimbangkan apakah ada atau tidak dan seberapa banyak tanaman yang mamapu memengaruhi kualitas udara dalam ruangan.
Meski NASA telah merilis artikel tentang lidah mertua yang mampu menyerap 107 polutan udara, tetapi NASA tidak pernah menyebutkan bahwa tanaman ini adalah pilihan terbaik untuk menyaring udara.
Menurut NASA, lidah mertua mampu berfungsi baik dengan menyerap polutan pada ruangan tertutup, tidak pada ruangan terbuka.
Para ilmuwan NASA mengungkapkan, tanaman hias dapat menyerap gas yang berpotensi berbahaya dan membersihkan udara dalam bangunan.
Baca juga: Kajian NASA Buktikan Proyek Lidah Mertua Pemprov DKI Salah Kaprah
Sumber: Kompas.com/Gloria Styvani Putri, Nursita Sari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.