"Saya lihat sekarang ini cenderung mengedepankan cara paksaan, kekuasaan, kekerasan," ujar Munafrizal, Kamis sore.
Dia juga menyesalkan pengabaian surat rekomendasi Komnas HAM oleh Pemerintah Kota Bekasi.
Padahal, dalam surat Komnas HAM bernomor 1/63/K/VII/2019 yang diserahkan ke Pemerintah Kota Bekasi pada 23 Juli 2019 itu, Komnas HAM meminta agar warga diberikan kesempatan berdiskusi dengan pemerintah soal rencana penggusuran.
Komnas HAM berwenang untuk memediasi kedua belah pihak.
"Komnas HAM sudah terima pengaduan dan sudah mengirimkan surat ke Wali Kota Bekasi untuk dimusyawarah-mufakatkan dulu sebelum dilakukan hal seperti ini," jelas Munafrizal.
"Kami sesalkan (pengabaian) itu. Kami selalu anjurkan, masalah seperti ini agar ditemukan titik temu yang terbaik untuk kepentingan bersama, yang manusiawi," imbuhnya.
Dinas Tata Ruang Kota Bekasi menyebut, penggusuran perumahan warga di Jakasampurna bertujuan untuk normalisasi DAS (daerah aliran sungai) Jatiluhur sekaligus mengosongkan tanah mikik Kementerian PUPR.
"Itu merupakan bagian aset Kementerian PUPR dan mereka minta Wali Kota Bekasi serta Lurah Jakasampurna untuk menertibkan karena terkait dengan pengamanan aset dan mengoptimalkan DAS Jatiluhur," ujar Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distaru Kota Bekasi, Azhari, Kamis.
"Dipastikan bongkaran hari ini memanfaatkan area yang ada, mengoptimalkan pengendalian banjir di wilayah DAS Jatiluhur," ia menambahkan.
Akan tetapi, kuasa hukum warga dari YLBHA Cakra Nusantara, RA Siregar menganggap tujuan penggusuran hari tak pernah disampaikan secara konsisten kepada warga.
Siregar berujar, dalam tiga edisi surat peringatan dari Pemerintah Kota Bekasi, penggusuran dilakukan untuk mengembalikan tanah milik negara di sisi kanan kali yang selama ini ditempati warga, bukan untuk normalisasi kali.
Baca juga: Pemkot Bekasi Klaim Penggusuran Perumahan di Jakasampurna Tak Langgar HAM
Masalahnya, jika untuk normalisasi kali, kata Siregar, mestinya Pemerintah Kota Bekasi juga menggusur Perumahan Casa Alaia Residence di sisi kiri kali.
"Kami lihat ada diskriminasi, titik perumahan Casa Alaia yang harusnya dibongkar tidak dibongkar, tapi perumahan warga yang di sempadan yang sama dibongkar," kata Siregar di lokasi penggusuran, Kamis.
"Kenapa tidak dibongkar? Tanya Distaru. Pertanyaan saya, normalisasi dua sisi dong, 7,5 meter kiri dan kanan. Sementara yang kena bongkar 57 KK adalah sisi kanan sungai. Ini yang kita kritik, dari aspek keadilan," ia menjelaskan.
Menanggapi hal ini, Azhari menyebut bahwa pihaknya juga akan menggusur gerbang masuk Casa Alaia yang terletak di sisi kanan kali. Kamis sore, gerbang masuk itu dirubuhkan alat berat.
"Ini akan dimanfaatkan betul tahun ini, sudah direncanakan oleh BBWSCC untuk mengoptimalkan DAS Jatiluhur ini, gerbang Casa Alaia termasuk space yang kita bongkar hari ini. Dipastikan, alasan yuridis untuk mengamankan aset dan normalisasi," tutur Azhari.
"Target kami lahan milik negara, kalau ada lahan milik pribadi masuk (daerah) aliran, itu jadi target dibebaskan selanjutnya," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.