BEKASI, KOMPAS.com - Penggusuran rumah warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 oleh Kementerian PUPR melalui Pemerintah Kota Bekasi, Kamis (25/7/2019) diwarnai kontroversi.
Selain bentrok dengan warga dan menyisakan rumah berspanduk ormas yang tak disentuh alat berat, penggusuran Kamis lalu disikapi berbeda oleh warga setempat dan Pemerintah Kota Bekasi.
Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Tata Ruang (Distaru) mengklaim langkah penggusuran perumahan warga di Jakasampurna tidak melanggar HAM dan sesuai prosedur.
"Terbitnya SP (surat peringatan) 1, 2, dan 3 sesuai perda. Tanah negara dipastikan boleh dilakukan satu kali peringatan dan dieksekusi dalam 7 hari," ujar Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distaru Kota Bekasi, Azhari saat ditemui Kompas.com, di lokasi penggusuran, Kamis petang.
"Tiga SP dan 1 peringatan pengosongan untuk warga membongkar sendiri terbit dalam 28 hari. Dibandingkan 7 hari tadi, Pemkot Bekasi sudah optimal memberikan kebijakan," jelasnya.
Azhari menganggap, terbitnya 3 kali surat peringatan pada 12 Juni, 2 Juli, dan 9 Juli itu merupakan bagian dari sosialisasi.
Baca juga: Penggusuran Perumahan di Bekasi, Tak Mempan Diadang Warga, Tak Sentuh Rumah Berspanduk Ormas
Bentrok antara warga dan Satpol PP ketika petugas memaksa masuk ke perumahan warga pun dianggapnya bukan upaya mengesampingkan unsur HAM.
Azhari mengklaim, kesempatan relokasi ke rusunawa (rumah susun sederhana sewa) telah ia buka, tetapi tak disambut warga.
"Kita coba komunikasi terkait relokasi. Pukul 23.00 WIB kemarin malam kami siapkan 4 unit truk. Ada surat dari pengelola rusunawa bahwa ada space yang tersedia di sana. Jam 20.00-23.00 awalnya ada warga yang bersedia (direlokasi), lalu entah ada masukan atau bagaimana, mereka tidak jadi mau direlokasi," jelas Azhari.
"Kita pastikan, kita melakukan upaya maksimal menghindari apa yang disebut pelanggaran HAM. Ketika mereka enggak mau, itu bukan kewenangan kami lagi," ia menambahkan.
Berbeda dengan Azhari, warga menganggap terbitnya 3 SP dan 1 surat perintah pengosongan dalam kurun waktu 28 hari bukan bagian sosialisasi. Apalagi, menurut warga, SP yang terbit tak seluruhnya sampai ke tangan warga.
Di sisi lain, warga berharap diberikan kesempatan audiensi dan berdiskusi dengan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan bukan peringatan satu arah. Suatu angan yang faktanya tak kunjung terpenuhi hingga rumah mereka digilas alat berat.
"SP-nya tidak door to door, ditumpuk di satu titik, ada yang sampai ada yang tidak," ujar RA Siregar, kuasa hukum warga dari YLBHA Cakra Nusantara, Kamis.
"Lagipula bukan prosedural yang kita masalahkan. Kita harus pahami, masyarakat ada yang sudah 33 tahun tinggal di sini. Bukan 1-2 bulan. Saya tidak sekadar bicara hukum. Pencabutan akar budaya adalah sesuatu yang harus dilindungi dan ini berdasarkan rekomendasi Komnas HAM juga," Siregar menjelaskan.
Baca juga: Jerit Janda Tua Penghuni Pertama Perumahan Bougenville di Bekasi yang Digusur...
Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan yang turut meninjau lokasi penggusuran menyayangkan langkah Pemerintah Kota Bekasi yang dinilai represif dalam rangka menertibkan perumahan warga.
"Saya lihat sekarang ini cenderung mengedepankan cara paksaan, kekuasaan, kekerasan," ujar Munafrizal, Kamis sore.
Dia juga menyesalkan pengabaian surat rekomendasi Komnas HAM oleh Pemerintah Kota Bekasi.
Padahal, dalam surat Komnas HAM bernomor 1/63/K/VII/2019 yang diserahkan ke Pemerintah Kota Bekasi pada 23 Juli 2019 itu, Komnas HAM meminta agar warga diberikan kesempatan berdiskusi dengan pemerintah soal rencana penggusuran.
Komnas HAM berwenang untuk memediasi kedua belah pihak.
"Komnas HAM sudah terima pengaduan dan sudah mengirimkan surat ke Wali Kota Bekasi untuk dimusyawarah-mufakatkan dulu sebelum dilakukan hal seperti ini," jelas Munafrizal.
"Kami sesalkan (pengabaian) itu. Kami selalu anjurkan, masalah seperti ini agar ditemukan titik temu yang terbaik untuk kepentingan bersama, yang manusiawi," imbuhnya.
Dinas Tata Ruang Kota Bekasi menyebut, penggusuran perumahan warga di Jakasampurna bertujuan untuk normalisasi DAS (daerah aliran sungai) Jatiluhur sekaligus mengosongkan tanah mikik Kementerian PUPR.
"Itu merupakan bagian aset Kementerian PUPR dan mereka minta Wali Kota Bekasi serta Lurah Jakasampurna untuk menertibkan karena terkait dengan pengamanan aset dan mengoptimalkan DAS Jatiluhur," ujar Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distaru Kota Bekasi, Azhari, Kamis.
"Dipastikan bongkaran hari ini memanfaatkan area yang ada, mengoptimalkan pengendalian banjir di wilayah DAS Jatiluhur," ia menambahkan.
Akan tetapi, kuasa hukum warga dari YLBHA Cakra Nusantara, RA Siregar menganggap tujuan penggusuran hari tak pernah disampaikan secara konsisten kepada warga.
Siregar berujar, dalam tiga edisi surat peringatan dari Pemerintah Kota Bekasi, penggusuran dilakukan untuk mengembalikan tanah milik negara di sisi kanan kali yang selama ini ditempati warga, bukan untuk normalisasi kali.
Baca juga: Pemkot Bekasi Klaim Penggusuran Perumahan di Jakasampurna Tak Langgar HAM
Masalahnya, jika untuk normalisasi kali, kata Siregar, mestinya Pemerintah Kota Bekasi juga menggusur Perumahan Casa Alaia Residence di sisi kiri kali.
"Kami lihat ada diskriminasi, titik perumahan Casa Alaia yang harusnya dibongkar tidak dibongkar, tapi perumahan warga yang di sempadan yang sama dibongkar," kata Siregar di lokasi penggusuran, Kamis.
"Kenapa tidak dibongkar? Tanya Distaru. Pertanyaan saya, normalisasi dua sisi dong, 7,5 meter kiri dan kanan. Sementara yang kena bongkar 57 KK adalah sisi kanan sungai. Ini yang kita kritik, dari aspek keadilan," ia menjelaskan.
Menanggapi hal ini, Azhari menyebut bahwa pihaknya juga akan menggusur gerbang masuk Casa Alaia yang terletak di sisi kanan kali. Kamis sore, gerbang masuk itu dirubuhkan alat berat.
"Ini akan dimanfaatkan betul tahun ini, sudah direncanakan oleh BBWSCC untuk mengoptimalkan DAS Jatiluhur ini, gerbang Casa Alaia termasuk space yang kita bongkar hari ini. Dipastikan, alasan yuridis untuk mengamankan aset dan normalisasi," tutur Azhari.
"Target kami lahan milik negara, kalau ada lahan milik pribadi masuk (daerah) aliran, itu jadi target dibebaskan selanjutnya," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.