JAKARTA, KOMPAS.com — Nama kafe Sunyi House of Coffee and Hope mungkin sudah tidak asing lagi di telinga warga Jakarta, khususnya anak–anak muda penggemar kopi. Kafe ini cepat menarik perhatian publik lantaran konsepnya yang terbilang unik, yakni memperkerjakan para penyandang disabilitas.
Walaupun semua sajian di kafe merupakan buatan tangan para penyandang disabilitas, rasanya layak disejajarkan dengan sajian di kafe-kafe terkenal pada umumnya.
Kira–kira siapakah pencetus ide unik ini?
Dia adalah Mario P Hasudungan Gultom, founder dari tempat yang biasa disebut dengan “Kafe Sunyi” ini.
Saat ditemui di Kafe Sunyi, Jalan RS Fatmawati Raya No 15, Cilandak, Jakarta Selatan, pria berumur 25 tahun ini mau menceritakan sejarah berdirinya kafe ini.
Lahirnya Kafe Sunyi berawal dari dua cita-cita yang berbeda.
Semua berawal dari keseriusan Mario akan permasalahan kesetaraan di antara manusa. Sedari kecil, Mario memang tumbuh besar dengan ajaran untuk saling tolong-menolong orang yang membutuhkan dan tidak memandang orang sebelah mata.
Keyakinan itulah yang selalu dia pegang hingga ia dewasa.
“Jadi dari SD, SMP, SMA orangtua saya selalu ngajak saya untuk mau membantu orang lain. Bukan nilai kamu sembilan, melainkan sembilan orang yang kamu tolong, itu selalu jadi prinsip saya,” katanya saat ditemui, Selasa (23/7/2019).
Baca juga: Menikmati Uniknya Sunyi House of Coffee and Hope, Kafe Dari dan Untuk Penyandang Disabilitas
Namun, ketika menginjak dewasa, dia juga punya cita-cita lain untuk memiliki sebuah bisnis. Di situlah muncul ide untuk membangun bisnis, tidak hanya berbicara keuntungan, tetapi juga dapat membantu mereka yang membutuhkan. Dari situlah awal mula lahirnya konsep Kafe Sunyi.
“Jadi saya coba gabungkan dua poin itu,” ucap dia.
Ditolak karena ragu
Persisnya konsep itu lahir pada 2016. Namun, apakah seketika ide itu langsung dijalankan? Tentu tidak. Mario berniat mencari rekan bisnis sepemikiran untuk membangun usaha dengan konsep seperti itu.
Namun, yang ada malah penolakan, nada–nada sinis dan ketakutan untuk bekerja sama.
Terang saja, mereka melihat konsep Mario, yakni mempekerjaan kaum difabel, merupakan hal yang riskan.