"Nanti dia dapat berapa, ya sudah ambil, paling kami minta berapa sih," katanya.
Nasib serupa dialami Eno (40), kuli bangunan asal Kebumen, Jawa Tengah, yang sudah menempati rumah semipermanen di lahan ini sejak 2004 bersama dua rekannya.
Malam hari penggusuran, Kamis (25/7/2019), Eno dan rekan terpaksa menginap di mobil bak milik salah satu pengepul barang rongsok.
"Sementara ya nyari tempat lagi di lahan kosong. Entar bangun sendiri. Belum dapat tempat," kata Eno saat ditemui Kompas.com sedang mengumpulkan kayu kaso di lahan bekas rumahnya untuk dilego.
"Bukan rumah, saya mah gubuk," kata dia.
Baca juga: Polemik Penggusuran Perumahan di Bekasi, di Antara Klaim Pemkot dan Protes Warga
Sejumlah bahan bangunan yang sebetulnya berharga baginya untuk membangun rumah baru di tempat lain suatu hari nanti, seperti genting, asbes, dan pintu, hancur dilindas backhoe.
"Enggak sempat, sudah keduluan (alat berat) juga. Tadinya kirain masih dikasih satu minggu gitu. Bongkar isinya saja enggak keburu, belum keambil. Baru ranjang sama lemari. Hancuran asbes mah enggak laku dijual juga," kata Eno.
Eno pun kehabisan rongsokan buat dijual. Ia dan rekannya baru mulai "menambang" rongsokan Jumat pagi, sedangkan sejumlah pengepul barang rongsok telah bergerilya sejak Kamis malam.
"Baru tadi pagi mulai. Semalam mah ketusuk paku. Ini saja pada lecet. Rongsokannya pada tertimbun asbes," ia menjelaskan.