Beberapa rongsokan yang masih cukup bernilai jual, seperti besi kolom dan rangka baja, sudah dicomot pengepul lain.
"Bambu sudah enggak laku reyot begitu. Dibikin steger juga enggak kuat. Genteng juga sudah enggak laku hancur. Paling hanya bata, itu juga yang masih utuh buat bangun rumah lagi," kata dia.
Kini, mereka hanya bisa menghimpun kayu-kayu kaso yang pernah menopang rumahnya untuk dijual sebagai kayu bakar ke tukang rempeyek.
"Enggak sampai Rp 200.000, paling Rp 150.000. Ya adanya apa saja biar dapat uang," tutur Eno.
Penggusuran rumah warga di Jalan Bougenville Raya RT 001 RW 011 oleh Kementerian PUPR melalui Pemkot Bekasi, Kamis (25/7/2019), diwarnai kontroversi.
Selain bentrok dengan warga dan menyisakan rumah milik anggota ormas yang tak disentuh alat berat, penggusuran Kamis lalu dianggap sepihak.
Komnas HAM menyesalkan tindakan Pemerintah Kota Bekasi yang tak mengindahkan rekomendasi untuk bermusyawarah untuk mufakat dan melancarkan penertiban secara manusiawi.
Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distaru Kota Bekasi Azhari mengklaim langkah penggusuran perumahan warga di Jalan Bougenville Raya, RT 001 RW 011, Jakasampurna, Bekasi Barat, tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Pemkot Bekasi Klaim Penggusuran Perumahan di Jakasampurna Tak Langgar HAM
Azhari mengatakan, penggusuran dilakukan setelah melalui sejumlah prosedur yang berlaku pada penggusuran bangunan di atas tanah negara.
"Terbitnya SP (surat peringatan) 1, 2, dan 3 sesuai perda. Tanah negara dipastikan boleh dilakukan satu kali peringatan dan dieksekusi dalam 7 hari," ujar Azhari.
Pemkot Bekasi mengklaim menyiapkan lokasi relokasi bagi warga terdampak ke Rusunawa Bekasi Jaya, tetapi warga mengaku tidak pernah menerima surat resminya.