Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bus Listrik dan Harapan Udara Bersih Jakarta

Kompas.com - 28/07/2019, 08:56 WIB
Sandro Gatra

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengawali hari kerja di awal pekan pada Senin (29/4/2019) lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta jajaran Pemprov DKI Jakarta melakukan prauji coba bus listrik.

Disebut praujicoba karena bus listrik belum beroperasi melayani penumpang. Setelah prauji coba, nantinya akan dilakukan ujicoba dengan melalui rute-rute bus yang dikelola PT TransJakarta.

Nah, hasil uji coba itulah nantinya akan dievaluasi sebelum bus listrik mengaspal di Jakarta untuk mengangkut penumpang umum.

Baca juga: Jakarta, Mari Sudahi Berkawan dengan Polusi

Prauji coba bus listrik itu melewati rute Balai Kota DKI Jakarta sampai Bundaran Hotel Indonesia dan lalu kembali ke Balai Kota.

Bus listrik yang diuji coba dibekali baterai berkapasitas 324 kWh yang mampu digunakan untuk menempuh jarak operasional rata-rata 250 kilometer.

Bila menggunakan sumber listrik industri, bus listrik tersebut membutuhkan waktu 3,5 - 4 jam untuk sekali pengisian daya menggunakan arus listrik 40 ampere.

Sedangkan jika menggunakan fast charging 90 ampere, hanya membutuhkan waktu 2 - 3 jam.

Anies mengaku terkesan dengan beroperasinya transportasi umum massal yang bebas emisi seperti bus listrik karena akan secara langsung berdampak pada lingkungan khususnya kualitas udara di Jakarta.

"Kualitas udara kita membutuhkan perubahan yang drastis karena itu kita sekarang mulai Pemprov DKI Jakarta melakukan konversi atas kendaraan umum massal menggunakan listrik kendaraan umum yang bebas emisi,” kata Anies.

Bus listrik saat ini digadang-gadang mampu mengurangi polisi udara di Jakarta yang hingga saat ini masuk sebagai kota dengan polusi udara tertinggi di dunia.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa gas buangan kendaraan bermotor merupakan penyumbang polusi udara terbesar, yang membuat kondisi udara di Jakarta kian parah.

Jakarta memperoleh predikat kota dengan polusi udara terburuk di dunia berdasarkan aplikasi pemantau kualitas udara AirVisual.

Nilai kualitas udara (AQI) Jakarta tercatat menyentuh angka 195 atau masuk kategori sangat tidak sehat.

Dubai menempati posisi kedua kota berpolusi pagi ini setelah Jakarta dengan AQI 172. Setelah itu disusul Beijing dan Santiago.

AirVisual mendapat angka tersebut dari tujuh alat pengukur kualitas udara yang tersebar di Jakarta.

Nilai AQI ditetapkan berdasarkan enam jenis polutan utama, yaitu materi partikulat (PM) 2,5 dan PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida hingga ozon permukaan tanah.

PM 2,5 yang dikeluarkan knalpot kendaraan dapat terhirup masuk ke jaringan paru-paru dan meracuni darah, sehingga menyebabkan penyakit kardiovaskular. Adapun nitrogen dioksida dapat memicu radang paru-paru dan infeksi.

Tentunya, pemerintah di Jakarta baik tingkat pusat atau daerah tidak ingin membiarkan warga Jakarta hidup dengan kondisi udara kotor sehingga harus ada upaya secara efektif untuk mengatasi hal itu.

Salah satu cara mengatasi polusi udara itu, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, adalah menggunakan angkutan umum berenergi listrik.

"Sekarang ini kan cuaca di Jakarta jelek ya, polusi. Jadi, pemerintah mau angkutan umum sepertiga bus, taksi, dan sepeda motor pakai listrik," katanya.

Ia berharap, angkutan umum listrik bisa segera diimplementasikan seiring dengan komitmen pemerintah mendorong pengembangan kendaraan listrik.

Pemerintah sebagai regulator akan menerapkan kebijakan berupa pemberian insentif untuk kendaraan listrik. Namun, Luhut tidak secara rinci menjelaskan lebih lanjut insentif tersebut.

Efisiensi energi

Pengamat lingkungan perkotaan yang juga Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin, mengatakan, bus listrik bagus untuk pengendalian pencemaran udara dan gas rumah sekaligus efisiensi energi.

Bus listrik lebih efisien 219 persen dibanding bus diesel karena energy lost bus diesel kisaran 59-61 persen. Sedangkan energy lost bus listrik hanya 10 persen.

Safrudin menuturkan, penggunaan bus listrik mampu menekan biaya operasional bahan bakar sekaligus menjaga ketahanan energi pada sektor transportasi darat.

Tingginya angka efisiensi energi pada bus listrik juga dapat mengurangi pencemaran udara dan mengendalikan efek rumah kaca yang selama ini menjadi persoalan lingkungan bagi kawasan perkotaan di Indonesia, khususnya Jakarta.

"Bus listrik dapat mengurangi emisi meski tidak begitu signifikan karena jumlah kendaraan umum masih relatif kecil antara 2 persen dan 5 persen. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengatur volume kendaraan pribadi yang mencapai 95 sampai dengan 98 persen," ujarnya.

Terkendala regulasi

Namun, penerapan bus Trans Jakarta dengan menggunakan energi listrik hingga kini masih terkendala regulasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pemerintah pusat.

Kebijakan bus listrik itu tidak hanya di DKI, tapi kita juga membutuhkan kebijakan dari pemerintah pusat, kata Kasi penanggulangan pencemaran lingkungan hidup Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI, Agung Pujo Winarko, di Jakarta, Jumat.

Padahal, kata dia, para vendor yang bekerja sama terkait bus listrik tersebut sudah siap memproduksinya. Namun belum bisa berbuat maksimal karena masih menunggu regulasi atau kebijakan dari pemerintah.

Direktur Utama PT Trans Jakarta Agung Wicaksono mengatakan, pihaknya masih menunggu peraturan agar bisa mengoperasikan mobil listrik untuk transportasi massal yang lebih ramah lingkungan dibanding kendaraannya akan berbahan bakar fosil.

"Saat ini adalah persoalan legalitas," kata Agung di Forum Diskusi Bus dan Kendaraan Listrik (FUSE) bertema "Kesiapan Kendaraan Listrik Mengaspal di Jakarta" di Cikini, Jakarta, belum lama ini.

Dia mengatakan, kendaraan listrik belum memiliki izin untuk beroperasi karena memiliki sistem mekanis yang berbeda.

Jika kendaraan berbahan bakar fosil memiliki takaran cc tapi tidak pada mobil listrik.

Menurut dia, hal itu terkait dengan surat tanda nomor kendaraan (STNK) kendaraan yang aturannya baru memayungi operasional kendaraan berbahan bakar fosil, tapi belum untuk transportasi dengan tenaga listrik.

Kendaraan listrik tidak menggunakan istilah cc sebagai satuan kapasitas volume ruang pembakaran, tapi dengan kapasitas baterai.

Bus Trans Jakarta, kata dia, masih menunggu regulasi tersebut sembari melakukan uji coba operasi kendaraan transportasi massal bertenaga listrik.

"Uji coba di malam biasa kendaraan isi bensin ini untuk charging baterai misalnya. Berapa lama baterai itu akan berdampak pada operasional. Bagaimanakah dampak beroperasi di jalur kendaraan, penyesuaian perilaku pengemudi, pengemudi harus lebih hati-hati. Bagaimana perawatannya," kata dia.

Dengan uji coba itu, kata dia, akan terpetakan seberapa jauh kesiapan konversi kendaraan TransJakarta dari bahan bakar fosil menjadi tenaga listrik.

Bus dengan tenaga listrik, kata dia, memiliki kelebihan, yaitu lebih ramah lingkungan karena tidak memiliki knalpot sebagai saluran pembuangan pembakaran BBM/BBG. Emisi gas buang akan semakin berkurang di perkotaan.

Memang bus listrik belum mengaspal di Jakarta, namun setidaknya ada harapan adanya cara meningkatkan pelayanan kendaraan umum dengan tetap menjaga agar udara tetap bersih di Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com