JAKARTA, KOMPAS.com - Dua dari lima orang anak yang ditangkap saat kerusuhan 22 Mei langsung dinyatakan bebas oleh hakim saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).
Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Citra Keadilan Indonesia yang membela lima anak tersebut, Riswanto mengungkapkan, putusan itu langsung diambil cepat oleh hakim pada saat persidangan.
Proses Persidangan ini diambil setelah diversi kedua belah pihak korban (polisi) dan terdakwa gagal.
Adapun diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Ketika diversi gagal, proses hukum berlanjut dengan persidangan.
Baca juga: Upaya Diversi 5 Anak yang Ditangkap Saat Kerusuhan 22 Mei Gagal
Proses persidangan berlangsung dengan agenda pembacaan dakwaan, tuntutan pledoi, dan langsung pembacaan putusan oleh hakim. Semua dilakukan serentak pada hari yang sama yaitu hari ini selama dua jam.
Riswanto menjelaskan, proses persidangan yang dinilai sangat cepat ini agar anak-anak yang ditangkap tersebut segera dibebaskan dari penahanan. Sebab, menurut dia, korban hanya terdampak luka ringan.
"Korbannya masih bisa menjalankan aktivitasnya dengan normal dan saat ini dia sedang ada tugas di luar kota," kata Riswanto saat dihubungi, Selasa.
Riswanto mengatakan, persidangan ini dihadiri oleh Balai Pemasyarakatan, empat saksi polisi, lima orang anak yang ditangkap saat 22 Mei, tim Panti Sosial Marsudi Putra milik Kementerian Sosial yang ada di Cipayung, Jakarta Timur, jaksa, dan hakim.
Baca juga: Hakim Terima Permohonan Diversi 5 dari 10 Anak yang Ditangkap Saat Kerusuhan 22 Mei
Awalnya sidang dimulai dengan hakim memeriksa hasil penelitian kemasyarakatan dari Badan Pemasyarakat Anak.
"Kemudian dari panti sosial Cipayung juga gimana kelakuannya baik enggak nih anak, lalu ditunjukkan ke hakim," ucap Riswanto.
Setelah itu dibacakan seluruh hasil yang diperiksa hakim itu di persidangan. Kemudian, ditanyakan ke korban apakah ingin diversi atau tidak.
"Nah langsung kata korban melalui saksi bilang tidak (tidak diversi) berarti gagal diversi. Lalu lanjut putusan hakim," kata Riswanto.
Kemudian, masuk pembacaan dakwaan yang dibacakan oleh jaksa yang menyatakan tidak keberatan dengan dakwaanya.
Adapun dakwaannya adalah Pasal 218 KUHP. Jaksa menggunakan pasal ini dengan pertimbangan bahwa para pengunjuk rasa tidak menghormati perintah penguasa yang diakui oleh Undang Undang, yaitu petugas kepolisian.
Para penguasa juga tidak membubarkan diri setelah diberi peringatan sebanyak tiga kali oleh petugas kepolisian sehingga atas atas itu petugas kepolisian membubarkan secara paksa.