Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pendongeng yang Rela Jalan Kaki Indramayu-Jakarta demi Sekolah Anaknya

Kompas.com - 16/08/2019, 06:19 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Hari ini, cukup gampang menyandang predikat aktivis ataupun pencinta lingkungan. Apalagi di tengah gaya hidup urban.

Membawa tumbler, menggunakan sedotan stainless, atau membagikan video ikan-ikan yang mati akibat cemaran sampah plastik, kini bisa jadi atribusi istimewa apabila ingin dikenal sebagai aktivis lingkungan.

Setelah berbincang panjang lebar dengan Samsudin (47), atribusi-atribusi tadi jadi terasa amat remeh. Pria asal Indramayu ini sudah memasuki tahun keenamnya mengabdikan diri pada aktivisme lingkungan dan pelestarian satwa.

Bukan gembar-gembor lewat media sosial, Samsudin memilih jalan sunyi melalui media dongeng.

Baca juga: Pendongeng Indramayu Ini Jalan Kaki ke Jakarta untuk Bertemu Jokowi

Kompas.com menjumpai Samsudin, Kamis (15/8/2019) sore di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Sore itu, tubuh Samsudin sudah kumal. Wajahnya legam terpanggang siang.

Ia telah memasuki kilometer pamungkasnya berjalan kaki dari kampungnya di Indramayu, Jawa Barat ke Ibukota.

Sepanjang 7 hari perjalanan itu, ia setia menggembol tas merah-putih berisi wayang kardus berwujud aneka binatang yang kerap ia pakai mendongengi bocah. Di Jakarta, Samsudin bermimpi dapat menemui Presiden RI Joko Widodo ataupun Ibu Negara Iriana Widodo.

Baru kali ini ia bermimpi bertemu RI 1. Kondisi finansial yang sulit memaksa pendongeng ini menunggak uang sekolah putri semata wayangnya.

Samsudin merasa tak bisa lebih lama lagi memperjuangkan dongeng konservasinya secara senyap. Wajar belaka jika seorang prajurit ingin perjuangannya tersiar.

Ditakdirkan jadi pengajar

Samsudin anak ketujuh dari delapan bersaudara. Lahir dari keluarga sederhana, mendiang ayahnya menitip pesan pada sang bunda sebelum tiada.

“Kalau bisa, anak-anak mengajar,” kata Samsudin menirukan pesan sang ayah lewat mulut ibunya.

Ia menggenapi pesan ayahnya yang wafat 1982 silam. Sejak 2006, ia membaktikan diri jadi guru honorer di salah satu sekolah dasar di Desa Krasak, Indramayu.

Mulanya mengajar siswa kelas VI, ia sempat bingung ketika diminta mengajar siswa kelas I. Ada tantangan tersendiri buat menggamit perhatian para murid yang masih bocah itu.

“Akhirnya saya mengajar sambil cerita, sambil gambar. Dongeng saya ini sebetulnya ada cerita, bumbu penyedap agar informasi yang saya sampaikan bisa menarik perhatian anak untuk mengajar. Pokoknya maksa anak untuk betah,” kenang Samsudin.

Baca juga: Mendikbud: Pak Jokowi Tidak Kalah dengan Pendongeng Profesional

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Megapolitan
Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Megapolitan
Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Megapolitan
Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Megapolitan
Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Megapolitan
Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Megapolitan
Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Megapolitan
PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com