Anies memiliki ide naturalisasi sungai dengan menerbitkan Peraturan Gubernur ( Pergub) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Di dalam aturan itu, naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.
Sudah dua tahun terakhir program normalisasi sungai di DKI Jakarta berhenti. Pasalnya, sejak 2017 Pemprov DKI sudah tidak lagi membebaskan lahan untuk kegiatan normalisasi ini.
"Berhenti. Totally berhenti karena tidak ada pembebasan lahan," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di kantornya pada 5 April 2019.
Basuki saat itu menantikan konsep Anies terkait naturalisasi sungai. Pasalnya, sudah dua kali rapat digelar, yang datang hanya utusan dari Pemprov DKI yang masih belum mengerti soal konsep yang akan dilakukan DKI dalam menata sungai-sungai.
Ada 13 sungai yang melintasi Jakarta yakni Sungai Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Baru Barat, Mookevart, Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Cakung.
Dengan berhentinya program normalisasi sungai di DKI, saat ini pemerintah pusat hanya fokus pada penyelesaian program yang sama di hulu tepatnya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dengan tak adanya langkah apapun dalam menata kawasan di sekitar aliran sungai, maka yang terjadi hunian pun makin menjamur. Hal ini terlihat di Jalan Tanah Rendah, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
Di sana, warga bahkan berani membangun "reklamasi" atau daratan buatan untuk menopang rumahnya agar tidak longsor. Reklamasi ini tentu saja memakan lebar sungai.
Mereka memperlebar lahan tempat tinggal mereka dengan bebatuan dan karung pasir. Pelebaran yang mereka lakukan sampai 5 meter menjorok ke arah sungai.
Baca juga: Rumah-rumah Makin Menjamur di Bantaran Kali Ciliwung, Apa Kata Anies?
Ada 49 rumah yang warganya melebarkan lahan mereka di pinggir Kali Ciliwung di Jalan Tanah Rendah.
Ketua RW setempat, Tamsis, menyebut warganya melakukan reklamasi karena khawatir jika tanah pinggiran tempat mereka tinggal menjadi longsor.
Mulanya, tanah pinggiran kali yang ditempati warga terkikis sedikit demi sedikit karena terpaan aliran air kali.
Karena itu, mereka memperluas lahannya dengan puing-puing bebatuan agar dapat menahan terpaan air sungai dan banjir.
"Mereka takut kalau banjir, wah serem kalau banjir di sini," ucap Tamsis, Kamis (15/8/2019).