BEKASI, KOMPAS.com - Santer pemberitaan tentang wacana pembentukan provinsi Bogor Raya yang bakal memasukkan wilayah Bekasi di dalamnya. Namun Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi justru mengatakan, Bekas lebih cocok bergabung dengan Jakarta.
"Saya enggak tahu, tapi kemarin ada yang gagas, siapa ya, (Bekasi) jadi Jakarta Tenggara," kata Rahmat yang akrab disapa Pepen itu usai rapat paripurna mendengarkan pidato Presiden RI Joko Widodo di gedung DPRD Kota Bekasi, Jumat (16/8/2019).
Pepen beralasan, secara kultur, Bekasi lebih dekat dengan Jakarta melalui kesamaan budaya betawi ketimbang dengan Bogor maupun Sukabumi di provinsi Bogor Raya.
Baca juga: Muncul Wacana Provinsi Bogor, Wali Kota Bekasi Juga Usul Provinsi Pakuan Bagasasi
Sejarawan Bekasi, Ali Anwar membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, tak perlu menarik jauh hingga ke zaman kerajaan, Bekasi dan Jakarta masih saudara sampai pada masa mempertahankan kemerdekaan.
"Pada era revolusi (1945-1949), batas antara Belanda dengan RI itu di Kali Cakung. Cakung, waktu itu, masuk wilayah Bekasi. Jadi, tentara Belanda berpusat di Jakarta, sementara tentara republik di Bekasi, sampai Cikampek dan Karawang. Tapi, front terdepan melawan Belanda ada di Bekasi, tepatnya di Cakung itu," ujar Ali ketika dihubungi Kompas.com, Jumat.
Ali memaparkan, pada masa revolusi, Bekasi merupakan kewedanaan dari Kabupaten Jatinegara, Keresidenan Jakarta, Provinsi Jawa Barat. Kewedanaan Bekasi membawahi Kecamatan Bekasi, Cibitung, dan Cilincing.
Dinukil dari buku Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi (2019) karangan Ali, setelah serangkaian perlawanan terhadap agresi militer Belanda hingga 1949, Indonesia diwacanakan jadi negara federal berupa RIS (Republik Indonesai Serikat). Muncul wacana pembentukan Negara Federal Jakarta dan Negara Pasundan.
"Tokoh Kewedanaan Bekasi dan Cikarang pada 1950 bertekad bergabung ke dalam NKRI. Untuk mewujudkan tekad tersebut, para tokoh masyarakat Bekasi, seperti KH Noer Alie dan Madnuin Hasibuan membentuk Panitia Amanat Rakyat. Mereka mengumpulkan sekitar 25 ribu warga Kewedanaan Bekasi dan Kewedanaan Cikarang di Alun-alun Bekasi pada 17 Januari 1950," ujar Ali.
Dalam apel akbar tersebut, salah dua butir tuntutan warga Kewedanaan Bekasi dan Cikarang adalah mengembalikan seluruh Jawa Barat pada NKRI serta pengubahan nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.
RIS akhirnya bubar, kembali jadi NKRI pada 19 Mei 1950. Bekasi pun dinobatkan jadi kabupaten secara definitif pada 15 Agustus 1950.
Secara administratif, Kabupaten Bekasi yang sebelumnya berada di Kota Praja Jakarta Raya dimasukkan ke dalam Provinsi Jawa Barat.
Baca juga: Bima Arya Munculkan Wacana Provinsi Bogor Raya, Ini Penjelasannya
"Tapi, saat mulai menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Bekasi menghadapi ganjalan serius. Rupanya Jakarta tidak mau melepas Kewedanaan Kebayoran dan Kewedanaan Cawang dari Kabupaten Bekasi," papar Ali.
Untuk menjawab masalah itu, Ali berkisah, Menteri Dalam Negeri RI saat itu Soesanto Tirtoprodjo bersama Gubernur Jawa Barat Sewaka memberikan wilayah pengganti kepada Kabupaten Bekasi, yakni Kewedanaan Tambun, Srengseng, dan Cikarang dari Kabupaten Karawang, serta sebagian Kewedanaan Cibarusah dari Kabupaten Bogor.
"Wilayah Cakung tadi itu sendiri baru kembali masuk ke Jakarta tahun 1976," ujar Ali.
Kedekatan hubungan Jakarta-Bekasi pada era revolusi juga termaktub dalam gubahan para seniman Ibu Kota.
Pujangga Indonesia asal Jakarta, Chairil Anwar, mendedahkan sajak dengan konteks perjuangan para patriot bangsa yang terusir dari Jakarta ke Bekasi pada "Krawang-Bekasi".
Komponis Ismail Marzuki menggubah tembang “Melati di Tapal Batas". Sastrawan Pramoedya Ananta Toer menyusun novel sejarah Di Tepi Kali Bekasi dan Kranji Jatuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.