JAKARTA, KOMPAS.com - Ibu kota Indonesia resmi akan dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan Timur oleh Presiden Joko Widodo.
Ibu kota yang baru akan berada di sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara.
Dengan berpindahnya ibu kota, otomatis sebagian besar instansi dan lembaga yang berada di bawah pemerintah pusat juga turut berpindah.
Hal ini akan menyisakan bekas gedung dan perkantoran milik pemerintah pusat di Jakarta yang lagi terpakai.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut dengan adanya perpindahan ibu kota tersebut RTH akan semakin banyak di Jakarta.
Sebab, bekas perkantoran yang ditinggalkan di Jakarta akan dibuat menjadi RTH.
Baca juga: Bangun Ibu Kota Baru, Pemerintah Tak Mau Ulangi Kesalahan Jakarta
"Mudah-mudahan dengan adanya perpindahan itu lebih banyak ruang terbuka hijau itu bekas-bekas kantor mudah-mudahan menjadi taman di tempat-tempat yang strategis. Kan bagus taman-taman tempat strategis bisa juga sebagian jadi kantor," ucapnya di Balairung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).
Selain untuk RTH, bekas gedung perkantoran akan dimanfaatkan untuk ruang terbuka biru (RTB) yang akan dibuatkan kolam.
"Kita berharap bahwa salah satu rencana pemanfaatan bukan untuk terbuka hijau saja, tapi juga ruang terbuka biru saja. Artinya untuk taman, kolam air. Kita berharap bisa terjadi," ujar Anies.
Tak hanya itu, bekas gedung dan perkantoran tersebut juga akan dimanfaatkan untuk komersil atau dipakai untuk kegiatan bisnis.
"Sebagian tentu akan diarahkan komersial. Tapi kalau semua jadi komersial, nanti manfaat bagi masyarakat akan terbatas. Kalau jadi ruang terbuka akan sangat bermanfaat sekali," kata dia.
Meski demikian, saat ini Pemprov DKI Jakarta belum memetakan gedung-gedung mana saja yang akan digunakan sebagai RTH, RTB, maupun kegiatan komersil.
Rencana ini mendapat kritikan dari Anggota DPRD DKI Jakarta. Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga menilai, kurang tepat rencana Anies Baswedan yang akan mengubah bekas gedung dan perkantoran menjadi RTH jika ibu kota pindah.
Menurut Pandapotan, Anies seolah tidak memahami manfaat perubahan tata ruang.
Baca juga: Anggota DPRD Fraksi PDI-P: Kenapa Anies Tak Tata Lahan Kumuh Jadi RTH?
"Kadang-kadang Pak Anies kan dia mungkin tidak memahami manfaat perubahan tata ruang. Jika mau diubah jadi RTH kan berarti harus diubah RDTR-nya (Rencana Detail Tata Ruang), sedangkan masa perubahan RDTR itu kan 5-10 tahun. Kan ada evaluasinya," ucap Pandapotan saat dihubungi, Kamis (29/8/2019).
Ia mengatakan, jika gedung-gedung tersebut diubah menjadi RTH milik Pemprov DKI Jakarta, maka harus dilakukan "tukar guling".
Pemprov DKI harus membayar atau membuat fasilitas yang sama di ibu kota baru.
Pemerintah pusat kemudian menyerahkan gedung tersebut kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Kalau dia ubah jadi RTH sekonyong-konyong, dia berarti kan harus tukar guling juga. Sama juga. Kalau dia mau memiliki gedung-gedung pemerintahan pusat itu, pakai apa? Siapa yang memberikan? Kalau mau dijadikan RTH kan berarti harus dibongkar gedungnya," kata dia
Apa benar gedung bekas tersebut bisa langsung dimanfaatkan oleh pemprov DKI jika ibu kota pindah ?
Agar gedung bekas yang ditinggalkan bisa digunakan, pemerintah pusat membuat skema tukar guling.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan empat skema tukar guling aset di Jakarta untuk tambahan biaya membangun ibu kota baru di Kalimantan.
Beberapa aset tersebut meliputi gedung pemerintahan yang berada di pusat Jakarta, seperti di kawasan Medan Merdeka, Thamrin, Sudirman, Kuningan, dan SCBD.
"Jadi ini sifatnya karena ada potensi penerimaan yang besar dari aset Jakarta. Maka, kami akan mengupayakan agar kerja sama pengelolaan aset di Jakarta bisa dipakai untuk membangun ibu kota baru," kata Bambang selepas rapat terkait pemindahan ibu kota di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Negara di Mata Anies dan Para Mantan Gubernur DKI
Adapun skema tukar guling yang ditawarkan, pertama, dengan menyewakan gedung perkantoran kepada pihak kedua dengan tarif sesuai dengan kontrak yang ada.
Kedua, kerja sama pembentukan perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih entitas bisnis dalam rangka penyelenggaraan bisnis pada jangka waktu tertentu (joint venture).
Ketiga, menjual langsung gedung kantor yang dimiliki ke pengembang.
Keempat, sewa gedung dengan syarat pengembang mau berkontribusi dalam pembangunan ibu kota baru.
Hasil dari tukar guling ini diharapkan bisa menambal kebutuhan pembangunan ibu kota baru yang bersumber dari APBN.
Untuk itu bisa dipastikan bahwa pemprov DKI Jakarta tak bisa langsung memiliki bekas gedung tersebut.
Harus ada persetujuan dengan pemerintah pusat karena gedung tersebut sudah direncanakan dalam skema tukar guling.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.