Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemkot Bekasi Dinilai Gusur Warga Pekayon secara Ilegal

Kompas.com - 04/09/2019, 06:24 WIB
Vitorio Mantalean,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Bekasi telah menggusur deretan pemukiman warga di Kampung Poncol Bulak, Jakasetia, Bekasi Selatan pada 25 Oktober 2016.

Sepekan berselang, penggusuran itu berlanjut ke sisi selatan, tepatnya sisi tembok kompleks perumahan Peninsula.

Namun, penggusuran yang lebih dikenal sebagai “penggusuran Pekayon” itu dinilai bermasalah.

Hingga hari ini, warga korban gusuran yang telah tinggal sejak 20 tahun lalu itu masih bertahan di atas puing-puing rumahnya.

Mereka tak punya tempat tinggal sejak rumahnya digilas alat berat.

Baca juga: Anak Muda hingga Nenek-nenek Korban Penggusuran di Bekasi Demo di Kantor BPN

Namun, mereka kembali digusur pada Senin (2/9/2019). Diduga ada kekerasan terhadap warga saat proses penggusuran tersebut.

Warga merasa, Pemkot Bekasi tak berhak menggusur mereka. Alasan pertama, tanah itu bukan milik siapa-siapa, bukan pula milik pemerintah.

Belum ada satu pun sertifikat hak atas tanah itu yang dicatat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi.

"Tanah tersebut merupakan aset negara Kementerian PUPR/Perum Jasa Tirta II yang belum dimohonkan suatu haknya. Terhadap tanah aset negara yang belum dimohonkan sertifikatnya, dokumen tidak tersimpan pada BPN," tulis Kepala BPN Kota Bekasi, Deni Ahmad Hidayat dalam surat balasan permohonan keterbukaan informasi publik atas status tanah gusuran Jakasetia bertanggal 21 Agustus 2019. Salinan surat itu diterima Kompas.com pada Senin (2/9/2019).

Baca juga: Polemik Penggusuran Perumahan di Bekasi, di Antara Klaim Pemkot dan Protes Warga

Tanah negara, bukan tanah pemerintah

Pemerintah Kota Bekasi bersikukuh bahwa tanah itu "milik" Perum Jasa Tirta (PJT) II. Atas dasar itu, pembongkaran dilakukan.

"Yang kami tertibkan, yang kami asumsikan bukan tanah milik pribadi. Yang kita bongkar tanah milik PJT II. Prioritas kita memang tanah milik PJT II, karena memang tidak ada anggaran untuk bebaskan lahan milik pribadi," ucap Kepala Bidang Perencanaan Ruang Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi, Dewi Astianti kepada Kompas.com pada 20 Agustus 2019.

Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distaru Kota Bekasi Azhari juga menyatakan hal senada.(2/9/2019).

"Kita diminta menjamin proses ketersediaan lahan milik PJT II. Kita menyediakan lahan untuk dilakukan pengerjaan. Ada proyek Kementerian PUPR untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk akses jalan lanjutan. Kita diminta menjamin proses ketersediaan lahan," ucap Azhari via telepon, Senin sore.

Ia menolak berkomentar soal status kepemilikan tanah gusuran di Jakasetia. Alasannya, ia baru menjabat.

"Sampai saat ini saya belum dalami. Itu 2016, secara materi enggak mengetahui persis, posisinya saya hadir di sini belum tahu kondisinya," kata dia.

Baca juga: Penggusuran Perumahan di Bekasi, Tak Mempan Diadang Warga, Tak Sentuh Rumah Berspanduk Ormas

Sementara itu, Pakar hukum agraria, Muhammad Ismak menyatakan bahwa tanah negara bukan berarti tanah milik pemerintah. Kedua hal itu tidak dapat disamakan.

Tanah negara yang belum dimiliki siapa pun, bebas ditinggali hingga ada sertifikat kepemilikan atas tanah tersebut.

Bahkan, warga yang sudah lama tinggal di tanah itu, dimungkinkan meningkatkan status tanahnya menjadi "milik".

"Tanah milik negara bukan tanah milik pemerintah. Ia dikuasai negara, pemerintah bukan serta merta memiliki hak untuk membongkarnya. Negara kan tidak punya tanah. Umpama mau dimiliki harus ada yang bermohon (sertifikat kepemilikan) untuk itu," jelas Ismak kepada Kompas.com, Senin sore.

"Kalau sampai (warga) yang sudah 30 tahun kan bisa dianggap pemilik lewat hak prioritas. (Bahwa tanah itu aset negara PJT II), bukan berarti dimiliki. Mereka hanya menguasai asetnya. Kalau mau membongkar harus memohonkan sertifikat atas itu," tambah dia.

Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ayu Eza yang mendampingi warga gusuran Jakasetia sejak Juli 2019, mengganggap hal yang sama.

Ia mempertanyakan legitimasi Pemkot Bekasi menggusur warga di Jakasetia.

"Warga ada iktikad baik menguasai tanah. Seandainya pun nanti dibilang, kalau ada keputusan pengadilan bahwa tanah ini milik perusahaan, tapi kenyataannya yang menggusur kan Pemkot Bekasi. Pemkot tidak punya legal standing. Patut diduga, Pemkot Bekasi juga melawan hukum," jelas Ayu ditemui di lahan gusuran Jakasetia, Senin malam.

BPN diminta blokir sertifikat

Melawan penggusuran, warga bergabung dalam Forum Korban Penggusuran Bekasi (FKPB). Didampingi LBH Jakarta, mereka terus mencari keadilan.

Mereka berencana menggugat soal penggusuran tanah di Jakasetia yang diduga melawan hukum.

Mereka juga ingin BPN Kota Bekasi menerbitkan status quo (pembekuan) atas tanah itu. Namun, upaya itu mandek karena tanah gusuran Jakasetia tak ada yang punya.

Dalam surat yang sama, BPN Kota Bekasi menyebut bahwa pelayanan status quo hanya dapat dilakukan pada tanah yang telah bersertifikat.

Sebagai jalan keluar paling ringkas, warga meminta BPN Kota Bekasi untuk memblokir segala permohonan sertifikat kepemilikan tanah itu hingga konflik tanah beres.

"Itu penting untuk statusnya. Jangan sampai saat kita sengketa, tiba-tiba keluar sertifikat," ujar Ayu Eza, advokat LBH Jakarta yang mendampingi warga.

Dalam dokumen yang diterima Kompas.com, surat permohonan pemblokiran itu sudah dikirim ke BPN Kota Bekasi sejak 26 Agustus 2019.

Dalam surat itu, Ayu Eza menyebut bahwa pengajuan permohonan pemblokiran sertifikat oleh warga dijamin dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 13 Tahun 2017.

Mulanya, warga dan LBH Jakarta minta agar surat balasan dari BPN Kota Bekasi soal pemblokiran itu turun pada Senin (2/9/2019).

Namun, surat itu tak kunjung terbit hingga alat berat menggilas posko pengungsian warga pada Senin sore.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com