JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa yang tidak tahu kawasan penjual nasi kapau yang terletak di atas trotoar Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat. Kelezatan makanan asal Sumatera Barat di kawasan itu sudah melegenda sejak puluhan tahun lalu.
Ada puluhan pedagang nasi kapau yang berjualan di kawasan tersebut. Bahkan, beberapa di antaranya merupakan pedagang generasi kedua.
Mereka menjual nasi kapau dan beragam jenis makanan khas Sumatera Barat. Mulai dari rendang, itik lado hijau, paru, sayur singkong, lemang dan lain-lain.
Lauk pauk itu biasanya dipajang di sebuah etalase atau diletakan di atas meja. Pembeli bebas memilih lauk yang mereka inginkan.
Baca juga: Imbas Revitalisasi Trotoar, Kios Nasi Kapau di Jalan Kramat Raya Akan Digusur
Uni Ani (45), salah seorang penjual nasi kapau di salah satu kios itu telah menekuni bisnis tersebut lebih dari sepuluh tahun.
Sebelumnya, bisnis nasi kapau itu dijalani oleh ibunya yang datang dari Padang sejak tahun 1980-an. Ia bercerita, orang tuanya merantau untuk mencari peruntungan di ibu kota.
"Saat itu saya masih SD. Tapi sudah ikut bantu (berjualan nasi kapau). Di sini persis," kata Ani kepada Kompas.com, Jumat (6/9/2019).
Dulu, ibunya masih berjualan di bawah tenda yang disangga bambu. Belum ada atap seng seperti sekarang ini.
Baca juga: Jangan Samakan Nasi Kapau dengan Nasi Padang
Jangankan kebersihan, berdagang saja harus waspada. Ada razia yang bisa terjadi kapan saja. Pedagang pada masa itu bermain kucing-kucingan dengan Satpol PP yang kerap mengunjungi kios-kios nasi kapau itu.
"Waktu itu kan masih dikejar-kejar Kamtib. Kalau sudah dikejar kita langsung lari ke belakang," kata Ani.
Sepengetahuannya, pada saat itu memang sudah banyak yang berjualan nasi kapau. Ibunya kebetulan bisa mendapatkan lahan di sana.
Lalu beberapa tahun kemudian yang ia lupa tepatnya tahun berapa, pemerintah daerah mulai menata kios-kios itu.
Baca juga: Nasi Kapau Pengisi Lambung di Los Lambuang
Pemerintah memasang kanopi agar mereka bisa berjualan dengan nyaman. Iuran pun diberlakukan untuk biaya menebus lahan, kebersihan, dan keamanan.
Mereka pun diatur hanya boleh berjualan mulai pukul 15.00.
"Waktu itu sebelum Soeharto lengser, dipasang kanopi. Mulai deh iuran sama uang Rp 900.000 untuk tebus lahan" kata Ani.
Menurut Ani, tidak ada peristiwa lebih spesifik lagi yang terjadi di kios-kios itu.
Hingga pada tahun 2017, kios-kios itu direnovasi oleh PT Mayora sehingga jadilah deretan kios berwarna merah lengkap dengan etalase dan meja makannya.
Pedagang nasi kapau pun bebas ingin membuka kiosnya kapan saja. Bahkan beberapa di antaranya, ada yang berjualan selama 24 jam.
Namun, menurut Ani, renovasi itu tidak berhasil menarik minat pelanggan. Bahkan pendapatannya bisa dibilang menurun dibanding sebelum kiosnya di renovasi.
"Enggak tahu ya kenapa. Pokoknya jelas banget omset turun sejak dibikin begini," tutur Ani.
Dari berdagang nasi kapau itu, Ani sudah bisa memiliki rumah sendiri di kawasan Sentiong, Jakarta Pusat serta menyekolahkan putra semata wayangnya hingga bangku kuliah.
Ia juga telah membantu biaya umroh kedua orangtuanya.
Kini, Ani hanya bisa pasrah, selama dua bulan ke depan ia harus pindah berjualan di sebuah lahan kosong di belakang kios aslinya. Sebab, kios aslinya akan dibongkar untuk proyek revitalisasi trotoar.
"Iya dibongkar (kios dagang) ini akan ada penataan pedestarian, jadi trotoarnya bakal dilebarin seperti di Cikini, Wahid Hasyim," kata Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi saat dikonfirmasi, Kamis (5/9/2019).
Para pedagang nantinya akan direlokasi selama dua bulan di sebuah lahan kosong yang terletak dibelakang kios-kios nasi kapau itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.