JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendorong agar warga mulai menggunakan sepeda sebagai moda transportasi alternatif.
"Kami mendorong penggunaan sepeda sebagai alat transportasi, bukan sekadar alat olahraga," ucap Anies di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).
Namun, kenyataannya, berkendara dengan sepeda di Jakarta seringkali mendapatkan diskriminasi di jalan.
Bahkan, terkadang berkendara dengan sepeda disamakan dengan pejalan kaki oleh pengendara lainnya.
Hal itu dirasakan sendiri oleh Justitia Avila Veda, salah satu anggota komunitas sepeda.
Menurut dia, berkendara dengan sepeda seringkali dianggap penganggu jalan. Apalagi ketika menggunkan jalur yang sama dengan pengendara motor maupun mobil.
Baca juga: Anies Ingin Anak Buahnya Gunakan Sepeda Saat Inspeksi ke Lapangan
"Jadi aku suka kayak diserempet, bahkan diteriakin karena lama bawa sepedanya," kata Vida beberapa waktu lalu.
Ia juga berkaca pada negara-negara di Eropa, yakni Denmark dan Polandia, yang kerap mendahulukan kendaraan non-sepeda motor.
Hal ini berbanding terbalik di Jakarta. Di Jakarta setiap kendaraan berlomba-lomba untuk menguasai jalan.
"Kalau di negara-negara lain mereka mendahulukan kendaraan non-motor, tapi kalau di sini lampu hijau mereka udah memencet bel (klakson) karena sudah kelamaan. Karena dianggap menganggu ritme motor yang sangat cepat," ucap Vida.
Ia menilai, berkendara dengan sepeda belum bisa menjadi kendaraan alternatif di Jakarta.
Sebab, yang sekarang meningkat hanyalah pengendara sepeda motor yang seringkali kita temukan di jalan.
"Kita tidak pernah membayangkan naik motor di Jakarta yang traffic-nya turun," katanya.
Baca juga: Anies Baswedan Minta Masyarakat Gunakan Sepeda Kayuh sebagai Alat Transportasi
Veda menilai Jakarta seperti lingkaran setan yang kerap menimbulkan masalah dengan masyarakatnya yang lebih memilih berkendara motor dibanding bersepeda.
Padahal, sepeda motor yang terus menghasilkan polusi udara.