Peron yang didesain miring untuk mencegah adanya genangan air juga membuat para pengguna kursi roda berat dalam mengayuh alat mobilitas mereka tersebut.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Kritik Sejumlah Fasilitas yang Ada di Stasiun Tanjung Priok
Stasiun ini menggunakan sebuah panggung karena peron stasiun jauh lebih rendah dari gerbong. Tidak adanya gang untuk bertumpu dan ramp membuat para disabilitas sulit untuk naik ke kereta.
Jarak antara gerbong dan peron juga belum sesuai dengan yang diatur dalam Permenhub di mana seharusnya jarak maksimalnya hanya 20 centimeter.
Berbagai kritik dari para difabel tersebut lantas disambut baik oleh Kepala Stasiun Tanjung Priok Gatot Sudarmaji. Ia mengatakan, dengan adanya berbagai masukan itu membuat mereka bisa meningkatkan pelayanan.
"(Tindak lanjut) kami dari pusat. Jadi kami menyampaikan ke pusat untuk fasilitas yang nantinya diberikan. Kami tergantung dari situ, karena mengikuti perkembangan kereta api," kata Gatot
Namun, untuk mengantisipasi kebutuhan para difabel, pihaknya akan memberdayakan sejumlah petugas untuk membantu apabila ada penyandang disabilitas yang ingin menggunakan krl untuk bepergian.
Setelah mengunjungi stasiun, para difabel kemudian mendatangi Terminal Tanjung Priok yang berada tepat di depan stasiun.
Para difabel kemudian berkeliling terminal, mulai dari lokasi bus, loket pelayanan terminal, toilet hingga halte transjakarta.
Kompas.com kemudian mendengarkan kritikan-kritikan yang disampaikan para difabel kepada pengelola stasiun.
Hal pertama yang dikritik yaitu belum adanya guiding block bagi para tunanetra untuk memandu mereka berjalan.
Teriminal itu juga belum dilengkapi dengan pengeras suara yang memberitahukan jadwal kedatangan dan keberangkatan, sehingga penyandang tunanetra harus bergantung kepada petugas.
Baca juga: Jajal Fasilitas di Terminal Tanjung Priok, Ini Kata Para Penyandang Disabilitas
Toilet bagi penyandang disabilitas sudah disediakan oleh pengelola stasiun, tetapi dinilai sedikit kurang lebar bagi para pengguna kursi roda.
Bergeser ke halte transjakarta. Hal yang menjadi masukan para difabel yakni masih jauhnya jarak antara peron dengan bus sehingga apabila ada pengguna kursi roda yang ingin naik harus sedikit diangkat.
Di beberapa bus juga belum tersedia lokasi khusus untuk pengguna kursi roda sehingga mereka harus melipat kursinya saat sedang menggunakan moda transportasi tersebut.