Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Habibie dan Tangis Ali Sadikin di Tengah Bayang-bayang Orba

Kompas.com - 12/09/2019, 05:31 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berduka ditinggal salah satu tokoh bangsa, Baharuddin Jusuf Habibie. Namun, kenangan serta kisah perjalanan hidup Presiden ketiga RI itu tak akan pernah lekang oleh waktu.

Habibie yang merintis karir dari kalangan professional, berotak cerdas namun dinilai tidak kuat secara politis itu nyatanya menjadi orang kepercayaan Presiden Soeharto.

Selama 25 tahun, Habibie mengabdi sebagai anak buah Soeharto.

Baca juga: Kenangan Anak Buah soal Habibie yang Murah Hati dengan Waktunya

Dia dipercaya menjadi penasihat dirgantara, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Menteri Riset dan Teknologi, hingga puncaknya dipercaya menjadi Wakil Presiden hingga Presiden selepas Soeharto mundur.

Bagi banyak orang, Habibie akan selalu identik dengan gaya Soeharto. Kaku dan antikritik. Namun, anggapan ini ternyata salah.

Salah satu contohnya adalah bukti kedekatan Habibie dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.KOMPAS/JB SURATNO Mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.

Berawal dari Petisi 50

Pada tahun 1980 hingga 1990-an, Ali Sadikin cs menjadi oposisi kuat bagi pemerintahan Soeharto.

Puncaknya, pada 5 Mei 1980, Ali Sadikin bersama 49 orang politisi senior serta perwira tinggi ABRI dan Polri menandatangani petisi 50 yang berisikan kritik bagi Soeharto. Kelompok ini kemudian dikenal kelompok Petisi 50.

Tak butuh waktu lama, pemerintah langsung melarang seluruh tokoh-tokoh Petisi 50 ke luar negeri. Akses-akses penghidupan ekonomi mereka pun dibatasi.

Bahkan, salah satu perusahaan Ali Sadikin dibuat kesulitan mendapat kucuran dana dari bank hingga akhirnya gulung tikar. Akses air di rumah Ali Sadikin tiba-tiba diberhentikan sehingga dia harus menggali sumur.

Baca juga: Peneliti The Habibie Center: Mendadak Merasa Hampa, Seperti Ditinggal Orang Tua Sendiri

“Mereka tak ditahan, tapi sumber ekonominya dipangkas,” tukas Ali ceplas-ceplos saat itu.

Satu per satu anggota Petisi 50 yang awalnya bersuara lantang, kemudian memilih bersifat pasif. Bahkan, ada yang kemudian menarik pernyataannya dalam petisi. Jenderal-jenderal yang tergabung semua dikucilkan.

Menurut Ali, saat itu teman-teman seperjuangannya tak ada yang berani mendekat.

“Selama ini kan tidak ada yang berani. Ngundang anak kawin saja tidak berani undang saya,” kata Ali seperti dikutip dari Harian Kompas, 5 Juni 1993.

Jika semua orang memilih menjauh, namun tidak bagi Habibie.

Tanpa banyak diketahui, Habibie rupanya beberapa kali menjenguk mantan Panglima ABRI Jenderal AH Nasution di rumahnya. Pak Nas juga tergabung dalam Petisi 50.

Di kediaman Pak Nas itulah, Habibie bertemu dan kerap berdiskusi dengan Ali Sadikin.

 

Undangan tak terduga Habibie

Dalam sebuah percakapan di kediaman AH Nasution, Ali Sadikin melontarkan kritiknya kepada Habibie soal rencana pengembangan industri strategis. Saat itu, Habibie menjabat sebagai Menristek sekaligus Direktur Utama PT PAL.

Habibie kemudian meluruskan informasi yang diterima Ali. Ali tak percaya begitu saja dan menantang Habibie untuk membuktikannya.

"Saya bilang saudara one seket (maksudnya Petisi 50, red) kenapa tidak melihatnya (proyek-proyek itu)," ucap Habibie dalam harian Kompas, 5 Juni 1993.

"Dia (Ali Sadikin) bilang berani kamu? (saya jawab) kenapa tidak berani?" jawab Habibie lagi.

Baca juga: Obituari BJ Habibie: Selamat Jalan Mr Crack dari Parepare

Lima hari kemudian, Habibie menelepon Ali Sadikin dan mengajaknya melihat pabrik PT PAL di Surabaya, Jawa Timur. Mantan Letnan Jenderan Marinir itu pun menyambut undangan Habibie.

“Siapa yang rekayasa? Itu spontan terjadi dalam dua-tiga menit. Saya bilang, kamu berani undang saya? Mana ada rekayasanya? Kecuali kalau tidak dibilang mau ngundang. lima hari setelahnya telpon saya undang. Itu namanya rekayasa," ucap Ali.

"Di situ saya hargai Habibie bahwa kepribadiannya baik. Kalau yang lain kan tunggu petunjuk. Dia tidak, spontan. mana ada yang berani ngundang saya,” katanya lagi.

Akhirnya, pada 3 Juni 1993, Ali Sadikin dan kawan-kawan menyaksikan penyerahan dua kapal produk PT PAL - Caraka Jaya Niaga III-17 dan III-22 - pesanan PT Pan Finance.

Tak hanya menonton seremoni, tetapi Ali Sadikin dkk juga diajak mengitari seluruh komplek PT PAL. Habibie, selaku tuan rumah, bersemangat menceritakan secara detil teknologi-teknologi terbaru yang mereka miliki.

Saat pertemuan, tak ada jarak antara anak buah Presiden itu dengan kelompok yang selama ini dianggap “musuh” Soeharto. Namun, tanda tanya bermunculan soal motif Habibie mengundang tokoh Petisi 50.

 

Ali Sadikin menangis

Meski undangan pertama Habibie kepada kelompok Petisi 50 ke Surabaya mengundang tanda tanya sejumlah pejabat negara, namun Habibie tak berhenti.

Dia pun menganggap aksinya mengundang Petisi 50 tak akan menyinggung Soeharto. Habibie lalu mengundang kembali Ali Sadikin dkk ke Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) di Bandung, Jawa Barat.

Setelah berkeliling, Habibie mempersilakan para tamunya untuk memberikan kesan-kesannya.

Ali Sadikin mendapat giliran berbicara. Dia mengaku tak menyangka kehadiran Petisi 50 atas undangan Habibie di PT PAL dan IPTN menjadi ramai dibicarakan.

"Tentu saja kalau kita mikirnya secara politis, walaupun sebenarnya tidak ada unsur politis atau rekayasa politis. Namun ternyata sambutan masyarakat begitu luar biasa dan itu tidak kami duga," ucap Ali.

Dia mulai tak bisa menahan emosi ketika mengungkapkan perasaan cekal terhadap kelompok Petisi 50.

Menurut Ali, apa yang diperjuangkan selama ini akan terus dilakukan karena perbedaan pendapat atau visi dalam kehidupan demokrasi merupakan hal yang wajar.

"Soal dicekal terus, terserahlah... Namun Nasution dicekal...," tutur Ali.

"Siapa sih yang tidak kenal Nasution. Semua orang tahu di dalam dan di luar negeri. Kalau Pak Dirman adalah bapaknya ABRI, maka dia adalah bapaknya TNI AD. Kita tahu perjuangan beliau," katanya.

Jenderal (Purn) AH Nasution antara lain dikenal sebagai mantan Panglima Divisi Siliwangi, mantan KSAD, Menteri Keamanan Nasional dan Menko Hankam, Wakil Penglima Besar serta Ketua MPRS.

Semenjak Habibie membuka kembali komunikasi dengan kelompok Petisi 50, hubungan antara sejumlah pejabat Orde Baru pun mulai mencair.

Selang beberapa hari dari kunjungan di PT PAL, pihak imigrasi mengevaluasi kebijakan pencekalan. Sejumlah pejabat Orba juga mulai mendatangi kediaman AH Nasution.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com