Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AJI Kecam Kekerasan terhadap Empat Jurnalis Saat Liput Demo di Sekitar DPR

Kompas.com - 25/09/2019, 15:41 WIB
Cynthia Lova,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam tindakan dugaan kekerasan terhadap empat jurnalis saat demo berlangsung di sekitar Gedung DPR/MPR, Selasa (25/9/2019).

Empat jurnalis ini menjadi korban penganiayaan oleh aparat kepolisian saat tengah meliput aksi demo mahasiswa yang menolak pengesahan UU KPK dan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Gedung DPR.

Komite Keselamatan Jurnalis pun menyatakan, pihaknya mendesak kepolisian menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis saat meliput, baik yang melibatkan anggotanya maupun sekelompok warga.

"Apalagi kekerasan yang dilakukan anggota Polri tersebut terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis," ujar Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani melalui keterangan tertulis, Rabu (25/9/2019).

Menurutnya, pelaku kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum untuk diadili hingga ke pengadilan.

Baca juga: [VIDEO] Detik-detik Polisi Intimidasi Wartawan Kompas.com Peliput Pengeroyokan Usai Demo di DPR

Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat liputan. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.

"Kami juga mengimbau perusahaan media mengutamakan keamanan dan keselamatan jurnalisnya saat meliput aksi massa yang berpotensi ricuh, serta aktif membela wartawannya, termasuk melaporkan kasus kekerasan ke kepolisian," katanya.

Kemudian, Aji juga mendesak Dewan Pers terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang aksi 24 September ataupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada waktu sebelumnya.

AJI mengingatkan, kekerasan yang dilakukan polisi dan massa itu merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Baca juga: Kronologi Intimidasi yang Diterima Jurnalis Kompas.com Saat Rekam Pengeroyokan di JCC

Dalam Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.

Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam Pasal 4 ayat 3.

Sampai saat ini AJI Jakarta terus melakukan verifikasi kekerasan yang dialami sejumlah jurnalis saat meliput aksi mahasiswa Selasa kemarin.

Sebab, tak tertutup kemungkinan masih ada jurnalis lain yang mengalami kekerasan saat liputan.

Empat jurnalis yang diintimidasi

Sejauh ini, AJI merangkum ada empat jurnalis yang mendapat kekerasan dari polisi saat meliput demo mahasiswa kemarin.

Pertama adalah jurnalis Kompas.com. Dia diintimidasi saat kedapatan merekam pengeroyokan yang dilakukan polisi terhadap warga di JCC.

Baca juga: Situasi Memanas, Massa Pelajar Bakar Motor dan Lempari Kompleks DPR dengan Batu

Polisi melarang untuk merekam gambar dan menghapus rekaman itu. Jurnalis Kompas.com hampir dipukul karena menolak mengikuti suruhan polisi itu.

Jurnalis IDN Times juga mengalami kekerasan serupa. Polisi memukul karena dia merekam tindak kekerasan yang dilakukan polisi.

Jurnalis IDN Times diminta menghapus rekaman yang dimiliki. Kekerasan terhadap dia berlangsung di sekitar flyover Slipi.

Jurnalis lain yang turut diintimidasi jurnalis Katadata. Polisi mengeroyok meski jurnalis Katadata itu sudah menunjukkan kartu pers.

Polisi juga merampas ponselnya dan menghapus video yang direkam. Adapun jurnalis Katadata ini merekam video polisi yang menembakkan gas air mata.

Terakhir, kekerasan juga dialami jurnalis Metro TV. Kekerasan yang dialami jurnalis Metro TV ini didapatkan dari massa yang tidak diketahui identitasnya.

Mobil yang digunakan dia untuk meliput dipukuli dan dirusak massa hingga kaca jendela pecah semua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com