JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada 87 orang yang jadi korban kekerasan saat aksi demo mahasiswa dan pelajar di sekitar Gedung DPR.
Tepatnya, 3 korban di Jakarta Convention Centre (JCC), 7 korban di Palmerah, 8 orang di Senayan, 2 orang di Semanggi, 3 korban di Slipi, 7 orang di kawasan TVRI, dan 57 korban di Gedung DPR.
"Korbannya yang alami kekerasan rata-rata mahasiswa," ujar peneliti KontraS, Rivanlee Anandar saat dikonfirmasi, Jumat (27/9/2019).
Ia mengatakan, 87 orang ini rata-rata terkena gas air mata, tembakan peluru karet, dan pelemparan batu.
Rivanlee mengatakan, banyak korban yang mengalami cedera pada bagian kepala dan perut.
KontraS pun sempat mengunjungi Rumah Sakit Jakarta, RSPP, RS Pelni, dan RS Mintohardjo.
Baca juga: Kontras: Penangkapan Dandhy dan Ananda Mengingatkan pada Masa Lalu
"Kami temukan di RS Jakarta ada 16 korban, 14 orang rawat jalan dan dua orang orang rawat inap atas nama (A dan IB)," kata Rivanlee.
Rivanlee menyatakan, korban A mengalami pengeroyokan saat mengambil motor di Jakarta Convention Center yang mengakibatkan tubuhnya luka-luka.
Sementara, IB ditembak peluru karet sehingga mengakibatkan luka dalam yang cukup serius dan harus segera dioperasi untuk pengambilan peluru.
Lalu, ada juga FM yang kepalanya retak, pendarahan otak, dan patah tulang bahu. Karena kondisi tersebut, ia sempat kritis dan harus diambil tindakan operasi.
"Ada juga sebenernya korban yang dirawat di RS Mintohardhjo, pihak rumah sakit menolak untuk memberikan keterangan mengenai jumlah korban dan kondisi korban," ucapnya.
Selain itu, kata dia, ada sekitar 30 orang yang ditahan di Polda Metro Jaya dan tidak bisa dijelaskan kondisinya.
Sebab pendamping hukum dibatasi untuk informasi terkait 30 orang itu.
Baca juga: KontraS Terima 148 Aduan Kekerasan Aksi Demo 23-24 September 2019
Rivanlee menyatakaan, KontraS mendesak Kapolri untuk segera melakukan audit dan evaluasi secara menyeluruh terkait sejauh mana operasi dan penindakan terhadap terduga pelaku kasus kriminal tidak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
"Kapolri juga harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh institusi Polri maupun tindakan anggotanya di lapangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku," jelasnya.
Kapolri juga diminta memastikan akses informasi dan akses untuk mendapat keadilan terhadap korban atau pendamping korban dilakukan transparan.
"Kami juga meminta kepada Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM dan Ombudsman RI agar melakukan pemantauan terhadap penanganan aksi massa oleh kepolisian yang mengakibatkan korban luka-luka agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.