JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran belakangan ini kerap kali melanda wilayah Jakarta, khusus di wilayah permukiman padat penduduk.
Paling baru, kebakaran menghanguskan enam kamar kontrakan di Jalan Tipar Cakung, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Jumat (27/9/2019).
Kebakaran itu menewaskan seorang nenek berusia 80 tahun karena terjebak di dalam kamar kontrakannya.
Kemudian, api juga membakar 40 rumah di Kembangan, Jakarta Barat, pada Senin (23/9/2019) lalu.
Kebakaran itu mengakibatkan 120 jiwa kehilangan tempat tinggal. Adapun kebakaran diduga disebabkan korsleting listrik.
Lalu, kebakaran di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur, pada Sabtu (21/9/2019), juga terjadi di permukiman padat penduduk.
Kebakaran itu menghanguskan 129 rumah dan kembali penyebabnya diduga korsleting listrik.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengatakan, terdapat kesalahan tata letak permukiman warga di Jakarta, sehingga kerap kali permukiman tersebut rawan kebakaran.
"Struktur permukimannya tuh sudah padat sekali, bahkan ada dalam satu kilometer persegi ada 16.000 sampai 20.000 jiwa di dalamnya. Artinya sudah sangat padat, rapat. Kemudian tidak ada jarak antar bangunan," kata Yayat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/9/2019).
Dia menambahkan, bahan bangunan rumah yang semi permanen, seperti berbahan kayu, sangat mudah menyebabkan kebakaran.
"Rata-rata mereka lantainya dua, tapi tidak bisa ngecor dengan bahan bangunan kuat. Jadi, dia hanya lantai pertamanya saja bangunan beton, tapi lantau duanya biasanya menggunakan kayu dan mudah terbakar," ujar Yayat.
Selain itu, kata Yayat, kebakaran di permukiman padat juga kerap terjadi karena ada kesalahan pemasangan utilitas listrik yang tidak memenuhi standar.
Banyak kabel-kabel yang tidak memiliki standar yang baik sehingga mudah terbakar saat suhu udara sedang panas seperti pada musim kemarau ini.
"Standar kabelnya juga tidak memenuhi standar, menurut saya, sehingga mudah sekali mengalamu gangguan. Apalagi di musim kemarau ini, suhu yang tinggi itu panas, udara yang panas itu mengakibatkan intensitas penggunaan listrik juga tinggi dan kabel-kabel yang tidak standar itu mudah terbakar," ujar Yayat.
Menurut Yayat, hampir 80 persen kebakaran terjadi karena korsleting listrik. Untuk itu, dia menyarankan kepada pemerintah harus meningkatkan pencegahan di lingkungan warga khususnya yang padat penduduk.
Seperti memberi peringatan bahaya kebakaran dalam bentuk papan-papan peringatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.