Dia tidak habis pikir, pada saat seperti itu, polisi masih memikirkan urusan perut.
"Polisi ngajak makan dulu. Saya sempat ditawari makan. Nggak ah makasih sudah kenyang," ucap Maspupah.
Ketika sampai ke rumah sakit, tangis Maspupah makin pecah kala melihat wajah anaknya. Tubuh Yadi kaku, biru.
Saat itu, Maspupah diminta menandatangani surat oleh polisi.
Baca juga: BERITA FOTO: 7 Jam Kerusuhan di Sekitar Gedung DPR
Dia tidak ingat jelas isi suratnya. Namun, yang dia ingat surat itu berisi keterangan bahwa Yudi meninggal karena asma.
"Isi suratnya bilang kalau Maulana Suryadi kena gas air mata dan asma," kata dia.
Maspupah mengaku Yadi memang punya latar belakang asma.
Dia kemudian meminta anak perempuanya yang mengurus surat tersebut lantaran kondisinya masih dalam keadaan tidak stabil.
Tidak hanya itu, dia juga dipanggil kedalam kamar oleh seorang polisi. Dia memberikan amplop dengan uang sebesar Rp 10 juta kepada Maspupah.
Maspupah berkesimpulan itu merupakan uang duka. Mengingat penghasilannya sebagai juru parkir di Tanah Abang tidak cukup untuk membiayai proses pemakaman, maka uang itu diambil Maspupah.
Jenazah kemudian dipulangkan kerumah untuk dimandikan dan dishalatkan.
Namun, kecurigaan mulai muncul ketika Maspupah mengamati betul-betul tubuh Yadi.
Banyak luka pukul di bagian belakang tubuh Yadi. Darah kerap keluar dari kuping dan hidung.
Memar-memar di tubuh Yadi menimbulkan kecurigaan. Ia menduga Yadi bukan meninggal karena asma, tapi karena dipukuli.
Dia pun geram, kesal dan sedih karena melihat keadaan tersebut. Ingin mencari keadilan, namun sadar dia bukan siapa-siapa dan tidak tahu harus menuntut kemana.