Para penjahit keliling yang mangkal di lokasi komplek tersebut tidaklah gratis. Setiap bulan, mereka harus membayar uang keamanan dan kebersihan kepada sekuriti dan ormas sekitar yang nominalnya mencapai Rp 100.000.
Dikenal sebagai penjahit yang cukup senior membuat Tohirin tak segan berbagi pengalaman dan menularkan keahlian yang dimilikinya kepada orang lain.
Arief misalnya. Pria yang sebelumnya berprofesi sebagai tukang keliling itu berbelok haluan menjadi tukang jahit karena Tohirin.
"Awalnya emang kerja di tukang jahit sama bos, tapi saya coba peruntungan jadi tukang buah. Waktu itu Tohirin beli buah saya, saya nanya-nanya lah dan mau lagi mencoba jadi tukang permak," ucap Arief.
Arief pun memberanikan diri merintis profesi sebagai penjahit keliling.
Dari hasil menjahit, Arief mampu mendapatkan pendapatan mencapai Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per hari.
"Enggak mesti. Namanya permak, ya kalau lagi rame ya lumayan, kalau lagi sepi ya begitulah, yang penting tekunin, terima, sabar juga. Kita niatnya kan cari makan buat keluarga," ucap penjahit asal Batang ini.
Baca juga: Menyapa Para Penjahit Baju Polisi di Sisi Tersembunyi Polda Metro Jaya...
Bersama Tohirin, Arief sehari-hari melayani pelanggan yang membawa pakaiannya untuk dijahit.
Namun, tidak semua pakaian diterimanya untik dijahit. Sebab untuk jenis jaket tebal hingga tas ada juga yang tidak bisa digarap oleh mesin jahitnya.
"Kalau tiap hari semua dipegang namanya tukang permak. Kayak resleting, yang penting mesin masih mampu. Cuma enggak bisa kayak tas tebal, kayak bangsa terpal, jaket kulit enggak terima, sebab enggak kuat mesinnya. Selain itu masih mampu," ucap Arief.
Dari hasil jahit permak keliling, Arief bisa mengumpulkan uang untuk keluarga di kampung, juga untuk membayar kontrakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.