Sementara warga yang belum mempunyai cukup uang, bisa menggunakan bambu, kayu untuk bahan peninggi rumah.
Baca juga: Melihat Semangat Anak-anak Muda di Kampung Apung...
"Kaki beton dibilang sebentar ya lumayan lama ini aja lah 20 tahunan, supaya enggak ganti mulu. Tapi ada juga yang pakai bambu dan kayu beda tapi biayanya," tanbah Mauli.
Mauli memberi contoh salah satu rumah yang sudah tenggelam hingga atap lantai 1.
"Coba lihat itu, sudah mau deket tembok kan ada batasannya lantai 1 dan dua," tambah Mauli sembari menunjukkan contoh rumah.
Rumah di Kampung Apung rata-rata berdempetan satu dengan yang lain.
Namun, ada juga beberapa rumah yang diberi jarak oleh kolam air yang dahulunya adalah lahan kosong.
Tercium aroma tidak sedap dari air yang menggenang di sela-sela rumah warga.
Kendati begitu, Mauli yang juga merasakan aroma tidak sedap bertahun-tahun belum mengeluhkan adanya wabah penyakit di lingkungannya.
Baca juga: Mengenal Kampung Apung yang Dulunya Seindah Kawasan Pondok Indah
"Kalau penyakit di sini alhamdulilah tidak ada sih baik mual-mual jarang, aman-aman aja," tambah Mauli.
Justru hal yang sering terjadi adalah tercemplungnya anak-anak atau ibu-ibu rumah tangga saat menjalankan aktivitas di sekitar genangan air.
"Kalau nyemplung hal yang lumrah di sini tapi ya udah jarang juga," ucap Mauli.
Walau dengan kondisi begitu, Kampung Apung juga terdapat fasilitas tempat ibadah yakni musholla yang terletak di tengah-tengah permukiman.
Selain Musholla, dahulu juga terdapat kolam lele milik warga, sayangnya saat ini penangkalan tidak lagi terawat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.