JAKARTA, KOMPAS.com - Dahulu, banyak sekali pohon, kebun, dan empang di Kampung Teko, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Namun sekarang sudah tidak lagi. Nama Kampung Teko pun berganti menjadi Kampung Apung.
Itulah cerita Ketua RT010/RW015 Rudi Suwandi sekaligus warga senior yang sudah tinggal sejak 50 tahun lalu di kawasan Kampung Apung.
"Dari masih normal dulu kebun segala pohon nangka, rambutan, mangga ada empang juga ya pokoknya merasakan dari dulu sampai sekarang di mana masih bisa main tanahnya luas," ucap Rudi saat ditemui di Kampung Apung, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (17/10/2019) malam.
Bahkan Rudi yang saat itu masih menjadi anak-anak sering bermain di area kuburan karena rimbunnya pepohonan.
Baca juga: Kisah di Balik Nama Kampung Apung, Berawal dari Kekompakan Warga Hadapi Musibah...
"Dulu di sini tahun 1975 sudah ada bioskop. Kuburan yang di dekat jembatan itu tempat main anak-anak. Kuburan masih wangi banyak pohon, kalau abang jalan di jembatan itu pohon kayak melingkar di atas kepala itu rimbun," ucapnya penuh senyum mengingat masa kecil.
Rudi mencoba mengingat kembali hal-hal apa saja yang ada saat Kampung Apung masih kering dan belum jadi seperti sekarang. Sekarang Kampung Apung selalu tergenang air.
Salah satu yang diingat Rudi adalah bagaimana kampungnya bisa tergenang seperti itu.
Rudi ingat kampungnya pertama kali diterjang banjir pada tahun 1995 atau 1996.
Seingat Rudi, waktu itu air hujan menggenang sekitar 30cm.
Namun, air yang membanjiri kampung tidak begitu saja surut dalam hitungan jam atau hari.
Butuh waktu 3 sampai 4 bulan untuk membuat Kampung Apung surut seperti sedia kala.
"Tahun 1990, kalau enggak salah di 1995 sampai 1996 sudah mulai banjir secara permanen. Saat itu 30 cm kalau enggak salah, lalu keringnya itu lama kira-kira selama 3 sampai 4 bulan baru kering," tambah Rudi.
Tahun berganti tahun, Rudi masih berharap agar kampungnya yang tergenang banjir cepat surut.
Sayangnya hal tersebut tidak terjadi, justru semakin tahun Kampung Apung makin sulit kering saat hujan datang.
Baca juga: Warga Kampung Apung Berharap Ditengok Anies
"Ganti tahun lagi durasi bertambah, debit air bertambah dari sekitar 15cm sampai 20cm ketinggian air bertambah setiap tahun. Begitu pun waktu berubah dari 3 sampai 4 bulan, sampai 6 bulan baru kering lama kelamaan jadi sepanjang tahun enggak pernah kering," tambah Rudi.
Fenomena terendamnya Kampung Teko bukan hal yang terjadi seketika.
Ada proses yang menyebabkan air menggenangi kampungnya, dirinya pun tidak menyebut ini sebagai musibah.
"Jadi bisa dibilang seperti apa ya merambat gitu, enggak langsung karena ada prosesnya," tambah Rudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.