JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, percakapan dalam grup WhatsApp kelompok 'peluru katapel' berisi berita hoaks tentang pemerintah Indonesia di antaranya isu komunisme.
Salah satu tujuan penyebaran berita hoaks itu adalah merencanakan aksi penggagalan pelantikan presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Polisi telah menangkap enam tersangka dalam terkait perencanaan bom menggunakan 'peluru katapel' tersebut, masing-masing berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM.
Baca juga: Polisi Ungkap Rencana Peledakan dengan Peluru Katapel Saat Pelantikan Jokowi-Maruf
Keenam tersangka tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F tersebut. Sementara itu, grup WhatsApp itu dibentuk oleh tersangka SH.
"Di dalam WhatsApp grup, ada beberapa (anggota grup) yang memengaruhi suatu kegiatan yang belum diyakini benar. (Anggota grup) di-brain wash (cuci otak) bahwa komunisme sedang berkembang di Indonesia," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2019).
Argo menjelaskan, salah satu berita hoaks yang pernah disebar di grup tersebut adalah paham komunisme yang memengaruhi ideologi Pancasila dan isu China menguasai pemerintahan di Indonesia.
"Tersangka FAB bergabung dalam grup dan meyakini komunis semakin berkembang, indikatornya ada polisi China yang diperbantukan untuk mengamankan unjuk rasa dan disenjatai lengkap. Padahal tidak ada," ujar Argo.
"Ada juga isu TKA China yang masuk ke Indonesia. Anggapannya orang China menguasai pemerintahan," lanjutnya.
Baca juga: Kelompok Peluru Katapel Juga Ingin Gagalkan Pelantikan Presiden dengan Melepas Monyet
Dalam berkomunikasi melalui WhatsApp, kata Argo, anggota grup menggunakan sebuah sandi khusus yang biasa disebut sandi mirror.
Sandi mirror artinya mengganti huruf dalam keyboard ponsel yang seolah-olah hasil proyeksi dalam cermin. Contohnya mengganti huruf A menjadi huruf L dan mengganti huruf Q dan P.
Penggunaan sandi dalam berkomunikasi untuk mencegah orang lain memahami isi percakapan dalam grup itu.
Diketahui, Eggi Sudjana juga tergabung dalam grup WhatsApp itu. Eggi telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Baca juga: Grup Peluru Katapel Komunikasi melalui WhatsApp dengan Menggunakan Sandi Khusus
Selain meledakkan bom 'peluru katapel', kelompok itu juga merencanakan aksi melepas monyet di depan DPR RI dan Istana Negara untuk menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.
Kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.
Adapun, Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat kerusuhan di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.