Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Soal Klaim Penggelapan Dana Koperasi Pegawai Pos Indonesia Cabang Bekasi

Kompas.com - 22/10/2019, 05:47 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Dody Hidayat (42), pegawai PT Pos Indonesia UPT Bekasi melaporkan jajaran teras koperasi pegawai Merpati Pos Bekasi ke polisi.

Dody mengeklaim, ia dan 310 pegawai lainnya jadi korban penggelapan dana simpanan di koperasi bentukan para pegawai Pos Indonesia cabang Bekasi itu sejak 2014.

Ia mengatakan, surat laporan sudah dilayangkan ke Polres Metro Bekasi Kota pada Mei 2019.

"Saya layangkan laporkan sejak Mei 2019 kemarin, terkahir sudah ada berkas salinan pemeriksaan yang saya terima tanggal 18 Juli 2019," kata Dody dalam konferensi pers yang digelar di bilangan Margahayu, Bekasi Timur, Senin (21/10/2019).

Baca juga: Simpanannya Tak Bisa Cair di Koperasi, Pegawai Pos Indonesia Bekasi Lapor Polisi

Laporan itu bersifat individu, tidak mengatasnamakan seluruh pegawai PT Pos Indonesia UPT Bekasi yang jadi korban penggelapan dana simpanan koperasi, kendati Dody berujar ada 311 pegawai yang jadi korban dengan total dana Rp 2,7 miliar.

Duduk perkara

Dody menyatakan, ia jadi korban dengan dana simpanan terbesar, yakni Rp 108 juta. Dana itu berupa tabungan deposito.

"Ada yang (deposito) Rp 9 jutaan, ada yang Rp 8 juta. Paling banyak saya, Rp 108 juta deposito saya," sebut Dody.

Ia menuturkan, aktivitas koperasi itu sudah berjalan sejak 2000. Selama 14 tahun, segalanya berjalan lancar. Mulai 2014, tanda-tanda ketidakberesan mulai menyeruak.

Dody menduga, uang para pegawai digelapkan oleh bendahara koperasi.

"Perjanjian awal bisa diambil kapan saja, tapi saya mau ambil sudah tidak bisa pada tahun 2014. Setoran tunai kan dari gaji dipotong. Sebelumnya lancar, mau minjam dipotong (gaji). Begitu pinjaman kita enggak bisa, wah ada apa nih? Dugaan saya, dimakan sama bendahara," ujar Dody.

"Alasannya enggak bisa ambil (karena) buat bayar yang lainnya. Pokoknya kedodoran koperasi, sudah enggak ada duit buat bayar utang," kata dia melanjutkan.

Pendapat serupa dilontarkan Solihin (65). Nasibnya lebih getir lagi, sebab ia sudah memasuki masa pensiun sejak 2010.

Menurut Solihin, dananya yang beku di kas koperasi berupa tabungan deposito Rp 80 juta dan simpanan wajib Rp 9,1 juta.

Ia berkisah, kondisi keuangannya mulai cekak pada Februari 2014. Saat hendak menarik dana simpanannya, Solihin terkejut karena koperasi disebut tidak punya dana.

Kala itu, ia yang mengaku sudah 35 tahun bekerja di Pos Indonesia dan butuh uang buat biaya kuliah anak serta pemugaran rumah.

Beruntung, ia masih punya sejumlah uang untuk menalangi keperluan tersebut.

"Saya menyimpan uang itu ya untuk anak kuliah atau membangun rumah. Ternyata saya butuh sekali waktu itu, nelpon ternyata sudah kolaps dan tidak ada tanggung jawab dari pengurus yang dimaksud, pengawas juga tidak mendeteksi uangnya ke mana," ungkap Solihin.

Baca juga: Cerita Pensiunan Pos Indonesia Tak Bisa Cairkan Simpanan Rp 80 Juta di Koperasi...

"Dan pengurusnya selalu menghindar, terutama bendahara koperasi, Bapak Lutfi kalau saya tagih. Ternyata saya amati lagi, tahun kemarin diberi informasi bahwa koperasi sudah kolaps," ujar dia.

Polisi kesulitan

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Arman menyatakan, pengusutan kasus itu terkendala keadaan bahwa koperasi sudah tutup.

"Masih dalam proses, kendalanya karena koperasi sudah tutup. Kami kekurangan data dan beberapa karyawan yang sudah resign," ujar Arman saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin  petang.

Arman menyatakan, sejumlah pejabat teras koperasi pegawai yang dilaporkan sejauh ini kooperatif terhadap pemeriksaan polisi.

"Cuma data-datanya saja yang masih saya suruh penyidik untuk dicari lagi. Kami fokus ambil keterangan korban. Masalahnya, koperasi tutup padahal (terhadap) karyawan  masih utang, belum lunas. Itu termasuk kendala juga," ujar Arman.

Dody Hidayat yang tercatat sebagai satu-satunya pelapor mengaku bahwa perkembangan kasus itu buram pada beberapa bulan belakangan.

Terakhir, Dody hanya menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP), berisi catatan polisi soal perkembangan kasus ini pada Juni 2019.

Dalam surat itu, polisi menyebutkan telah menginterogasi bendahara koperasi, Ahmad Lutfi. Ketua koperasi, Basuki Suwondo, tidak menghadiri pemeriksaan.

Polisi kemudian, dalam dokumen yang sama, berencana memeriksa Heru Ahmadi sebagai  sekretaris dan Effendi selaku pengawas koperasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com