Tersangka keempat adalah RH yang ditangkap di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dia berperan membuat katapel dari kayu yang nantinya dijual ke tersangka SH.
Dia menjual sebuah katapel kayu seharga Rp 8.000. Sementara itu, tersangka SH telah memesan 200 katapel kayu kepadanya.
Tersangka selanjutnya berinisial HRS yang ditangkap di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Dia berperan sebagai penyandang dana pembuatan bom katapel. Tersangka HRS diketahui telah memberikan uang senilai Rp 400.000 kepada tersangka SH.
Tersangka terakhir yang diamankan adalah PMS. Dia berperan sebagai orang yang membeli katapel dan karet katapel secara online.
"Saat ditangkap, yang bersangkutan (tersangka PSM) berusaha lari dengan memanjat atap rumah," ujar Argo.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.
Selain menggunakan bahan peledak jenis bom katapel, kelompok itu juga merencanakan aksi melepas monyet di gedung DPR/MPR RI dan Istana Negara saat pelantikan.
Bahkan, menurut Argo, kelompok itu telah menyiapkan 8 ekor monyet yang akan dilepas.
"Ada juga ide dari kelompok ini yaitu melepas monyet di gedung DPR RI. Sudah disiapkan 8 ekor (monyet), sudah dibeli, tapi belum sempat dilepas," kata Argo.
Argo menjelaskan, pelepasan monyet itu bertujuan untuk membuat kegaduhan saat acara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.
Baca juga: Kelompok Peluru Katapel Juga Ingin Gagalkan Pelantikan Presiden dengan Melepas Monyet
"Monyet akan dilepaskan di gedung DPR RI dan Istana Negara biar gaduh," ungkap Argo.
Untuk berkoordinasi dalam merencanakan aksi peledakan, kelompok itu tergabung dalam grup WhatsApp yang beranggotakan 123 orang.
Dalam berkomunikasi melalui WhatsApp, kata Argo, anggota grup menggunakan sebuah sandi khusus yang biasa disebut sandi mirror.
Sandi mirror artinya mengganti huruf dalam keyboard ponsel yang seolah-olah hasil proyeksi dalam cermin. Contohnya mengganti huruf A menjadi huruf L dan mengganti huruf Q dan P.
Penggunaan sandi dalam berkomunikasi bertujuan untuk mencegah orang lain memahami isi percakapan dalam grup itu.