Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasang Spanduk di Patung Bundaran HI dan Dirgantara, Ini Tuntutan Greenpeace

Kompas.com - 23/10/2019, 13:43 WIB
Cynthia Lova,
Jessi Carina

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa orang yang tergabung dalam Greenpeace melakukan pemasangan spanduk di Monumen Selamat Datang, Bundaran Hotel Indonesia.

Tidak hanya di Bundaran HI, spanduk ini juga dipasang di Patung Dirgantara Pancoran, Jakarta Selatan.

Arie Rompas, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, spanduk yang dipasang di atas Patung Selamat Datang itu berisi pesan tuntutan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru saja dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.

Ia mengatakan, ada dua pesan tuntutan yang akan disampaikan kepada Presiden Jokowi, yakni berisi tentang energi dan hutan yang masih menjadi masalah utama di Indonesia yang harus menjadi perhatian khusus pemerintah.

Baca juga: Spanduk Juga Dibentangkan di Patung Pancoran, Pemasangnya Bungkam Saat Diperiksa Polisi

"Energi dan hutan harus menjadi perhatian khusus bagi Presiden Jokowi dan kabinet barunya, jika ingin benar-benar mengatasi dan memukul mundur krisis iklim," ujar Arie saat dihubungi, Rabu (23/10/2019).

Greenpeace menuntut perubahan iklim di Indonesia diatasi dengan serius. Sebab Indonesia yang jadi negara kepulauan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Ia khawatir jika perubahan iklim tidak diatasi dengan serius akan menyebabkan adanya kenaikan muka air laut, kekeringan ekstrim, banjir bandang, gagal panen, badai tropis, hingga polusi udara di Indonesia.

Selain itu, ia menuntut agar proses deforestasi atau penghilangan hutan dikurangi.

Sebab deforestasi berdasarkan data pemerintah tahun 2014-2018 mencapai 3 juta hektar, dengan laju deforestasi mencapai 600 ribu ha/tahun.

Sementara energi fosil khususnya batu bara masih mendominasi bauran energi nasional yaitu sebesar 58 persen sehingga menghambat laju peralihan menuju energi terbaru.

Baca juga: Siapa yang Panjat dan Pasang Spanduk di Patung Dirgantara dan Bundaran HI?

Arie mengatakan, deforestasi dan penggunaan bahan bakar fosil yang banyak digunakan saat ini menyebabkan emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia.

Padahal, Indonesia ikut meratifikasi Kesepakatan Paris dan telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29 persen atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.

"Tahun 2015, Presiden Jokowi berjanji menuntaskan kebakaran hutan dan lahan dalam kurun waktu tiga tahun. Ini sudah memasuki periode kedua, namun kebakaran hutan tahunan masih gagal dihentikan," ucap Arie.

Menurut analisis Greenpeace Indonesia menggunakan data resmi pemerintah yakni data burn scar (bekas kebakaran) menunjukkan bahwa lebih dari 3,4 juta hektar lahan terbakar antara 2015 dan 2018.

Hal ini menyebabkan konsesi perusahaan yang terbakar terbesar yang didominasi oleh perkebunan sawit dan bubur kertas, belum diberikan sanksi perdata maupun sanksi administrasi secara konkret.

Oleh karena itu, Arie menuntut pemerintah untuk memenuhi janji penegakan hukum yang tegas bagi perusak hutan.

Baca juga: Empat Orang Panjat Patung Bundaran HI untuk Pasang Spanduk, Abaikan Satpol PP yang Suruh Turun

Arie mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019, Pemerintah harusnya melakukan pengurangan produksi batu bara secara bertahap.

Namun, disayangkan pada Pemerintahan Jokowi periode pertama malah menggenjot produksi batu bara hingga mencapai lebih dari 500 juta ton di 2019.

Oleh karena itu, Greenpeace menuntut untuk beralih kepada pemanfaatan energi terbaru, energi yang aman dan bersih bagi lingkungan dan juga masyarakat dan baik bagi perekonomian dan masa depan Indonesia.

Apalagi batu bara sebagai sektor ekonomi sangat dipengaruhi oleh para kroni dan sangat erat dengan korupsi politik.

Setelah reformasi politik dan pelaksanaan otonomi daerah, elite politik nasional dan daerah masuk ke bisnis batu bara dengan memanfaatkan kekuasaan mereka.

Hal itu membuat jumlah izin usaha pertambangan (IUP) naik dari 750 di 2001 menjadi 10.000 di 2010. Dari jumlah itu ada 40 persen di antaranya bisnis batu bara.

"Itu lah yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif sementara pendanaan politik dari oligarki batu bara telah merusak demokrasi Indonesia," ucapnya.

Tidak hanya di sektor pertambangan batu bara, elite politik juga memasuki sektor hilir yaitu PLTU batu bara. Salah satu kasus korupsi yang berhasil diungkap KPK adalah korupsi PLTU Riau 1 yang melibatkan politisi Golkar dan Menteri Sosial Idrus Marham.

"Oligarki batu bara merupakan potret sempurna dari reformasi yang dikorupsi. Elite politik menggunakan reformasi untuk melakukan korupsi politik di bisnis batu bara, baik di hulu maupun hilir. Salah satu langkah konkret yang harus dilakukan Jokowi hari ini adalah membersihkan kabinetnya dari oligarki batu bara," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Megapolitan
Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Megapolitan
Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Megapolitan
Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Polisi Tangkap Begal Remaja yang Beraksi di Jatiasih dan Bantargebang Bekasi

Megapolitan
Jangan Khawatir Lagi, Taksi 'Online' Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Jangan Khawatir Lagi, Taksi "Online" Dipastikan Boleh Antar Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Anak yang Aniaya Ibu Kandungnya di Cengkareng

Polisi Periksa Kejiwaan Anak yang Aniaya Ibu Kandungnya di Cengkareng

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Tak Ditolong Saat Pendarahan dan Dirampas Ponselnya oleh Kekasih

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Tak Ditolong Saat Pendarahan dan Dirampas Ponselnya oleh Kekasih

Megapolitan
Polisi Tangkap Selebgram Terkait Kasus Narkoba di Jaksel

Polisi Tangkap Selebgram Terkait Kasus Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Megapolitan
Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh 'Pelanggannya' karena Sakit Hati

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh "Pelanggannya" karena Sakit Hati

Megapolitan
12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com