Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sriyanto Miliki Odong-odong dari Berutang untuk Nafkahi Anak dan Istri

Kompas.com - 25/10/2019, 18:46 WIB
Dean Pahrevi,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kaos dan celana pendek menjadi seragam sehari-hari Sriyanto untuk "menarik" odong-odong di wilayah Jakarta Timur.

Berprofesi sebagai sopir odong-odong menjadi mata pencaharian utama pria asal Boyolali, Jawa Tengah itu untuk menafkahi anak dan istrinya.

Sebelum menjadi sopir odong-odong, Sriyanto bekerja sebagai sopir travel antar provinsi pada tahun 2006.

Baru pada tahun 2008, dia beralih menjadi sopir odong-odong di Jakarta Timur, mengoperasikan odong-odong milik kerabatnya.

Baca juga: Pemilik Odong-odong Sebut Penghasilannya Melebihi UMP DKI 2020

Sekitar Rp 150.000 per hari didapatnya setiap kali menarik odong-odong. Uang itu sebagian harus disetorkannya kepada pemilik odong-odong.

Bertahun-tahun hidup dari odong-odong yang dimiliki orang lain. Sriyanto memberanikan diri untuk membeli odong-odong pada tahun 2017.

"Saya sampai pinjam uang bos saya untuk beli odong-odong. Saya pinjam uang Rp 45 juta untuk beli odong-odong ini. Saya cicil tiap bulannya ke bos sekitar Rp 1,3 juta," kata Sriyanto usai "menarik" odong-odongnya di Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019).

Odong-odong dia pesan dari sebuah bengkel produksi kendaraan tersebut di Jalan Manunggal, RT 014, RW 02, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.

Baca juga: Dishub DKI Segera Larang Odong-odong Beroperasi di Jakarta

Selama dipesan selaam sebulan, Sriyanto baru bisa menggunakan odong-odongnya.

"Ini odong-odong awalnya mobil Kijang Super tahun 90an. Saya beli sudah odong-odong langsung jadinya. Sebulan pembuatannya dari mulai bongkar body asli sampai pembuatan body belakang, kursi, sampai bagian depan," ujar Sriyanto.

Tiap hari Sriyanto "menarik" odong-odong, membawa warga dari kalangan anak-anak hingga dewasa keliling wilayah Cibubur, Jakarta Timur.

Tolak larangan operasional odong-odong

Wacana larangan operasional odong-odong dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta jelas sangat meresahkannya. Apalagi jadi sopir odong-odong merupakan mata pencaharian utamanya.

Cicilan odong-odongnya pun belum lunas, ditambah lagi kebutuhan sehari-hari untuk menafkahi anak beserta istrinya dapat terpenuhi dari pendapatan "menarik" odong-odong.

"Jelas saya menolak, saya per bulan itu bisa dapat Rp 4-5 jutaan, itu juga tidak menentu. Saya juga belum balik modal ini masih nyicil sama bos, belum buat makan buat ngirim anak istri. Kalau dilarang, nanti bagaimana saya dapat uang buat nyicil segala macam," ujar Sriyanto.

Baca juga: Komunitas Pemilik Odong-odong Tolak Wacana Larangan Beroperasi

Dia berharap pemerintah membatalkan wacana larangan operasional odong-odong. Sebab, odong-odong yang dikemudikannya tidak pernah bermasalah selama beroperasi.

Dokumen berkendara seperti, SIM, STNK dia miliki dengan masa berlaku yang masih hidup. Dia juga tidak pernah alami kecelakaan maupun melanggar lalu lintas saat beroperasi.

"Kita ini SIM ada, pajak hidup, mobil cukup safety lah. Kita tidak pernah bermasalah, kita jaga keamanan penumpang. Kita minta perhatian dari pemerintah lah supaya kita ini diberdayakan, jangan dilarang," ujar Sriyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Diwarnai Aksi Lempar Botol dan Batu, Unjuk Rasa di Patung Kuda Dijaga Ketat Polisi

Megapolitan
Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Basarnas Resmikan Unit Siaga SAR di Kota Bogor

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 ke Filipina, Total Kerugian Hingga Rp 6 Miliar

Megapolitan
Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Megapolitan
Selain ke Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Selain ke Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Keluarga Pemilik Toko Bingkai 'Saudara Frame' yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Keluarga Pemilik Toko Bingkai "Saudara Frame" yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Megapolitan
 Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Megapolitan
Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com