JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Perhubungan DKI Jakarta segera menertibkan operasional odong-odong yang kerap dijadikan moda transportasi atau hiburan warga.
Namun, kebijakan ini ditolak pengemudi odong-odong di kawasan Cempaka Putih, Jakarta.
Pasalnya, odong-odong di kawasan ini dijadikan transportasi warga dari Pasar Rawasari menuju rumah-rumah warga.
Begitu pula anak sekolah ketika berangkat maupun pulang.
Ditemui di sela-sela membawa penumpang, Mahmud (52) mengaku menolak rencana Pemprov DKI tersebut.
Baca juga: Dishub DKI Segera Larang Odong-odong Beroperasi di Jakarta
Ia terancam menjadi pengangguran jika penertiban benar-benar dilakukan.
“Ya menolak lah. Kalau saya berhenti pastinya saya nganggur dong. Saya bingung mau kerja di mana, umur sudah tua,” ucap Mahmud saat ditemui di Cempaka Putih, Jumat (25/10/2019).
Bapak enam anak ini mengaku harus menafkahi istri dan anak-anaknya.
Setiap hari, ia mendapat uang sekitar Rp 150.000 sebagai pengemudi odong-odong. Dari pendapatannya itu, ia harus menyetor ke pemilik.
Baca juga: Komunitas Pemilik Odong-odong Tolak Wacana Larangan Beroperasi
Mahmud juga harus menyisikan sebagian uang untuk dikirim ke istrinya di Bogor.
“Saya setoran kadang Rp 80.000, kadang juga Rp 60.000. Ya sisanya buat saya,” ucap Mahmud.
Dimas Pamungkas (27), pengemudi odong-odong lainnya juga mengaku menolak rencana penertiban.
Menurut dia, jika odong-odong tidak ada di kawasan Cempaka Putih, hal itu malah mempersulit warga.
Masalahnya, kawasan Cempaka Putih jarang ada angkutan umum atau ojek.
“Kalau naik odong-odong, puteran jauh sampai ke Cempaka Timur juga tetap bayar Rp 5000 ke saya. Kalau tidak ada odong-odong kasian juga masyarakat,” kata Dimas.
Baca juga: Pemilik Odong-odong Sebut Penghasilannya Melebihi UMP DKI 2020
Dimas mengatakan, odong-odong menjadi salah satu mata pencarian warga Cempaka Putih. Pengemudi biasanya mereka yang putus sekolah.
“Warga sini (Cempaka Putih) semua sopirnya. Ada 20-an orang lah kira-kira. Yang diambil anak muda yang putus sekolah,” katanya.
Kekhawatiran sama disampaikan Deni (27), pemuda yang sudah dua tahun menjadi sopir odong-odong.
Ia mengaku tidak memiliki keahlihan lain jika harus berpindah profesi.
“Saya cuma bisa beginilah naik motor bawa anak-anak sekolah. Ibu-ibu ke pasar udah seneng dibanding nyolong atau gimana kan,” katanya.
Deni bercerita, ia pernah terkena penertiban. Saat itu, odong-odong yang bukan miliknya disita dan dibawa ke kantor kelurahan Cempaka Putih Timur.
“Ya untungnya waktu itu odong-odong itu diperbolehkan keluar. Saya berharap diperbolehkan lah odong-odong ini,” tuturnya.